Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga pemeringkat Moody’s Investor Services memangkas peringkat dan outlook PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. karena kekhawatiran atas tingkat utang dan kemampuan likuiditas perseroan terdampak pandemi Covid-19.
Moody’s menurunkan peringkat emiten berkode saham WIKA tersebut dari Ba2 menjadi Ba3. Sementara itu, outlook WIKA direvisi dari stabil menjadi negatif.
Wakil Presiden dan Analis Moody’s Nidhi Dhruv menyampaikan bahwa WIKA penurunan peringkat dan outlook itu merefleksikan perkiraan dampak negatif Covid-19 terhadap kinerja perusahaan.
“Bisnis WIKA terdampak pandemi Covid-19 cukup parah. Kami memperkirakan disrupsi rantai pasok dan pembatasan pengerjaan konstruksi akibat pembatasan sosial akan menghambat seluruh proyek WIKA,” katanya, dikutip dari siaran pers, Selasa (23/6/2020).
Sebagai konsekuensi dari perlambatan penyelesaian proyek itu, Moody’s memperkirakan tingkat leverage utang perseroan akan berada pada level 9 kali —10 kali pada 2020 dan 5,8 kali —6 kali pada 2022.
Di sisi lain, Moody’s memperkirakan tingginya perolehan kontrak baru perseroan dalam beberapa tahun terakhir akan melemahkan posisi metrik kredit WIKA karena kebutuhan investasi di muka yang tinggi.
Baca Juga
Hal ini menyebabkan perseroan diperkirakan akan mencatatkan arus kas operasi negatif pada tahun ini dan tahun depan. Menurutnya, faktor penyebab utamanya adalah kebutuhan modal kerja yang cukup besar.
Dia menjelaskan outlook negatif WIKA merefleksikan kedua hal tersebut: peningkatan leverage dan lemahnya likuiditas perseroan di tengah ketidakpastian kegiatan operasional akibat merebaknya virus corona baru di Indonesia.
“Selain itu, perseroan juga harus melunasi utang sebesar Rp5,6 triliun yang akan jatuh tempo dalam 6 bulan ke depan, termasuk Komodo bond yang akan jatuh tempo pada Januari 2021,” tambahnya.
Namun, berkat posisinya sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Moody's memperkirakan WIKA tak akan kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank-bank pelat merah.
Secara umum, menurutnya cepatnya penyebaran Covid-19 di negeri ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang suram, penurunan harga minyak dan aset di dunia akan memberikan tekanan pada berbagai sektor, di berbagai negara.
Kombinasi dari berbagai hal tersebut menurutnya belum pernah sepanjang sejarah. Sektor konstruksi akan terkena dampak langsung karena dari berbagai aturan yang diambil pemerintah, serta sensitivitasnya terhadap permintaan dan sentimen konsumen.
Dia menerangkan peringkat baru WIKA merefleksikan potensi dampak yang akan dialami perseroan dari berbagai faktor tersebut. Menurutnya, pandemi Covid-19 menjadi risiko sosial dalam kerangka lingkungan, sosial, dan pemerintahan yang akan memberi implikasi terhadap kesehatan dan keselamatan publik.
Namun, WIKA masih diperkirakan akan menjadi raja di pasar konstruksi dalam negeri. Perseroan memiliki reputasi besar untuk menyelesaikan berbagai proyek besar, serta masih memiliki kontrak dihadapi yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan pendapatan dan arus kas dalam beberapa tahun ke depan.
Per Maret 2020, lanjutnya, WIKA memiliki total kontrak dihadapi sebesar Rp80,2 triliun, turun dari posisi Desember di angka Rp117 triliun. Sebagian besar kontrak tersebut merupakan backlog atau kontrak yang belum terselesaikan.
Melihat pendapatan perseroan selama 12 bulan terakhir hingga Maret 2020, rasio kontrak dihadapi terhadap pendapatan adalah 3,2 kali. Posisi tersebut lebih rendah dari posisi 3,6 kali pada 2015.
“Kami memperkirakan rasio kontrak dihadapi terhadap pendapatan WIKA akan tetap berada pada kisaran 3,5 kali — 4 kali pada 2021—2022,” ujarnya.
Di sisi lain, dia menilai WIKA memiliki portofolio bisnis yang terdiversifikasi dengan baik. Perseroan berfokus pada segmen engineering, procurement, and construction (EPC) untuk pekerjaan sipil dan infrastruktur, energi dan industri, serta properti dan realty. Selain itu, WIKA memiliki segmen konstruksi yang menggunakan bahan pracetak.
Dia menyatakan bahwa diversifikasi bisnis tersebut dapat menahan volatilitas pendapatan perseroan. Hal ini juga menjadi salah satu faktor pendukung peringkat kredit perseroan.
Sebagai tambahan, pertumbuhan laba dalam 2 tahun ke depan diperkirakan akan ditopang oleh tiga proyek besar, yakni Kereta Cepat Jakarta—Bandung, LRT Jakarta, dan Tol Balikpapan—Samarinda.
Nilai kontrak ketiga dari ketiga proyek tersebut diperkirakan mencapai sekitar 27 persen dari total kontrak dihadapi WIKA hingga Maret 2020. Namun, perlambatan konstruksi yang terjadi diperkirakan memberi dampak negatif terhadap profil kredit WIKA.
Meski dihadapkan pada berbagai tantangan, dia meyakini posisinya sebagai perusahaan negara akan membuat WIKA akan tetap mendapatkan porsi besar dalam proyek pembangunan infrastruktur dari pemerintah.