Bisnis.com, JAKARTA – Mirae Asset Sekuritas Indonesia menurunkan rekomendasi untuk saham PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. dari beli (buy) menjadi tahan (hold) karena performa perseroan kurang menjanjikan di awal tahun.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Joshua Michael mengatakan bahwa laba bersih maupun laba bersih inti yang didapatkan WIKA dalam 3 bulan pertama tahun ini jauh di bawah proyeksi.
“WIKA membukukan laba bersih Rp99 miliar, turun 65,3 persen secara tahunan dan hanya merealisasikan 6 persen dari estimasi kami. Di sisi lain, laba bersih inti hanya Rp171 miliar, atau 10 persen dari estimasi kami,” tulisnya dalam riset, dikutip pada Senin (15/6/2020).
Kinerja bottom line tersebut sejalan dengan top line yang ikut seret pada periode tersebut. Penjualan Wijaya Karya tercatat menunun 35,4 persen secara tahunan, hanya mencapai 14 persen estimasi Mirae.
Salah satu penekan pendapatan perseroan adalah sektor infrastruktur dan gedung yang mengalami penurunan pendapatan 39,5 persen. Di sisi lain, sektor energi dan industri menurun 35,6 persen.
Meski realisasi kinerja tersebut jauh dari kata memuaskan, Joshua mengatakan bahwa perseroan masih mampu menjaga rasio margin keuntungannya pada periode tersebut.
Baca Juga
Margin laba kotor meningkat 1,1 poin menjadi 12,1 persen pada kuartal I/2020. Peningkatan margin laba kotor dotopang oleh peningkatan 0,5 ppt pada sektor infrastruktur dan gedung.
Di sisi lain, margin kotor untuk sektor properti mengalami penurunan signifikan dari 18,3 persen pada kuartal I/2019 menjadi 3,8 persen saja pada kuartal I/2020.
Hal tersebut juga menjadi salah satu alasan margin laba operasi dan margin laba bersih perseroan turun ke level 7,5 persen dan 2,4 persen pada kuartal I/2019. Hal lain yang juga menghambat margin tersebut adalah peningkatan beban umum dan beban administrasi menjadi sekitar Rp192 miliar.
Dari sisi pengelolaan utang dan kas juga mengalami peningkatan. Rasio pinjaman terhadap modal atau gearing ratio perusahaan naik dari 0,78x menjadi 1,04x, sedangkan net gearing meningkat dari 0,25x menjadi 0,59x. Rasio tersebut menunjukkan nisbah utang WIKA tergolong masih rendah.
Hal ini disebabkan oleh adanya tambahan utang baru sebesar Rp2,5 triliun dan penurunan laba ditahan sebesar Rp2,2 triliun akibat penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71.
Alhasil, rasio interest coverage perseroan turun dari posisi 2,9x pada akhir 2019 menjadi 1,8x pada kuartal I/2020. Posisi ini masih melampaui posisi batas aman covenant di level 1,5x. Sejalan dengan itu, siklus konversi kas juga meningkat dari 137 hari pada akhir 2019 menjadi 310 hari.
Joshua menjelaskan penerapan PSAK 71 juta berdampak terhadap pencatatan rugi dari penurunan nilai aset keuangan sebesar 60 miliar pada kuartal I/2020.
Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi pada dua anak usahanya, Wika Beton dan Wika Gedung. Rasio pencadangan penurunan terhadap piutang menurun dari 15,1 persen menjadi 14,3 persen.
“Dalam pandangan kami, hal ini terjadi karena perseroan memperkirakan pencadangan penurunan nilai sebelumnya dapat menutupi kemungkinan kerugian dan tidak tertagihnya piutang. Hal ini menunjukkan kualitas piutang yang dimiliki perseroan cukup layak,” jelasnya.
Joshua juga mempertimbangkan dampak Covid-19 terhadap kinerja perusahaan. Dia memperkirakan banyaknya tender proyek yang tertunda akibat pandemi akan memengaruhi perolehan kontrak baru perseroan pada tahun ini.
Sepanjang Januari—April, perseroan membukukan kontrak baru senilai Rp2,8 triliun. Jumlah itu hanya mencapai 4 persen dari target kontrak baru Wijaya Karya pada tahun ini.
“Dengan realisasi tersebut, kami menurunkan proyeksi kontrak baru Wijaya Karya sebesar 38 persen, menjadi Rp33,4 triliun. Perkiraan ini berada pada pertengahan target awal kami di Rp53,6 triliun dan skenario terburu yang diperkirakan perseroan pada rentang Rp13 triliun—Rp16 triliun,” jelasnya.
Kinerja yang cukup terdampak pandemi secara signifikan itu membuat Joshua menurunkan rekomendasi untuk saham WIKA dari beli menjadi tahan. Adapun, target harga dipangkas dari Rp1.500 per saham menjadi Rp1.250 per saham.
Valuasi ini tidak terlalu menarik karena saham WIKA diperdagangkan pada kisaran 13,6x P/E proyeksi 2020. Valuasi tersebut lebih rendah 0,4x dari posisi rata-rata P/E perseroan dalam 10 tahun terakhir.
Dia juga memproyeksikan pendapatan dan laba pada tahun ini akan mencapai Rp21 triliun dan Rp904 miliar. Adapun, pada tahun depan, pendapatan dan laba diperkirakan mencapai Rp24,6 triliun dan Rp1,2 triliun.