Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ungguli Negara Lain, Imbal Hasil Obligasi Indonesia Masih Jadi Primadona Asing

Dalam persentase, investor asing mengempit kepemilikan 30,63 persen di SBN domestik yang dapat diperdagangkan hingga, Jumat (5/6/2020). Posisi itu membaik setelah sempat menyentuh 30,54 persen pada akhir Mei 2020.
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo

Bisnis.com, JAKARTA — Aliran dana investor asing mulai kembali masuk ke dalam instrumen surat berharga negara Indonesia. Imbal hasil atau yield yang menggiurkan diyakini menjadi daya tarik surat utang pemerintah dibandingkan dengan negara lainnya.

Berdasarakan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) domestik yang dapat diperdagangkan senilai Rp941,44 triliun hingga, Jumat (5/6/2020). Jumlah itu terdiri atas kepemilikan di surat utang negara (SUN) Rp916,89 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) Rp24,55 triliun.

Dalam persentase, investor asing mengempit kepemilikan 30,63 persen di SBN domestik yang dapat diperdagangkan hingga, Jumat (5/6/2020). Posisi itu membaik setelah sempat menyentuh 30,54 persen pada akhir Mei 2020.

Data DJPPR menunjukkan porsi kepemilikan asing di SBN domestik yang dapat diperdagangkan terus mengalami penurunan sepanjang periode berjalan 2020. Persentase kepemilikan sejak awal tahun yakni Januari 2020 38,65 persen, Februari 2020 37,09 persen, Maret 2020 32,71 persen, dan April 2020 31,77 persen.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengungkapkan investor asing sudah keluar lebih Rp100 triliun semenjak pasar dalam negeri tertekan karena Covid-19. Saat ini, menurutnya mereka telah mulai masuk kembali ke instrumen obligasi Indonesia.

“Terlihat dari kepemilikan mereka yang perlahan meningkat. Pergerakan yield yang menguat juga akibat dari mulai masuknya asing ke pasar,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (9/6/2020).

Ramdhan meyakini perlahan kepemilikan asing akan terus bertambah. Hal itu seiring dengan mulai tumbuhnya perekonomian di dalam negeri.

“Masih tingginya yield kita dibandingkan dengan negara-negara lain termasuk daya tarik investor global. Catatan dan likuiditas transaksi SUN kita juga baik,” ujarnya.

Sebagai perbandingan, dia mencontohkan Malaysia dengan peringkat kredit (A-) memiliki yield SUN tenor 10 tahun 3 persen dan Singapura dengan peringkat kredit (AAA) sekitar 1 persen.

Sementara itu, Brasil yang memiliki peringkat kredit (BB-) memiliki yield SUN tenor 10 tahun sekitar 6,8 persen sedangkan Rusia berperingkat (BBB) sekitar 5,6 persen.

“Dibandingkan dengan Brasil dan Rusia, [yield] Indonesia tetap lebih tinggi dengan rating hampir sama,” imbuhnya.

Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan saat ini asing sudah masuk ke pasar SBN. Kondisi itu menurutnya menjadi tanda mereka sudah mulai percaya dan meningkatkan risk appetite terhadap ekonomi dalam negeri.

“Deras [aliran masuk asing] mungkin relatif karena kekhawatiran masih ada. Artinya, masih mungkin ada fluktuasi kecuali kalau nanti ada vaksi atau pandemi sama sekali berakhir mungkin kekhawatirannya bisa hilang,” paparnya.

Fikri menilai aliran modal asing di instrumen SBN masih dibutuhkan. Dengan catatan, selama porsi tidak lebih besar dari domestik masih dapat dimaklumi.

“Cuma ruginya, tentu aliran keuntungan baik dalam bentuk kupon atau dividen ujung-ujungnya mengalir ke pemilik modal [investor] global dan dapat menekan current account deficit [CAD],” ujarnya.

Secara terpisah, Associate Direktur of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai bahwa kesempatan untuk pasar obligasi Indonesia untuk menguat akan sedikit tertunda. Menurut analisa teknikal, tren pergerakan surat utang Indonesia di pasar sekunder sedang dalam posisi tren melemah.

Pilarmas Sekuritas melaporkan imbal hasil atau yield surat utang negara (SUN) Indonesia tenor 10 tahun naik 0,13 poin ke level 7,26 persen pada, Senin (8/6/2020). Kenaikan yield juga terjadi untuk SUN Indonesia tenor 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun.

Sebagai catatan, pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan sementara penurunan akan menekan tingkat imbal hasil.

Data Bloomberg menunjukkan melemahnya harga obligasi RI terjadi mulai akhir pekan lalu. Setelah sempat rally hingga menyentuh level 6,96 persen, yield SUN Indonesia tenor 10 tahun melemah dua sesi berturut-turut dan parkir di level 7,10 persen, Jumat (5/6/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper