Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Jadi Jawara Asia, Tren Menguat Berpotensi Berlanjut

Berdasarkan data Bloomberg, sepanjang satu bulan terakhir rupiah berhasil menguat 4,7 persen terhadap dolar AS. Kinerja tersebut pun jauh memimpin dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya seperti baht yang hanya mampu menguat 2,69 persen dan dolar Singapura yang hanya menguat 0,78 persen.
Karyawati bank menata uang dollar dan rupiah di kantor cabang PT Bank Mandiri Tbk. di Jakarta, Rabu (22/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Karyawati bank menata uang dollar dan rupiah di kantor cabang PT Bank Mandiri Tbk. di Jakarta, Rabu (22/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan keperkasaannya dengan berkali-kali menjadi jawara Asia dalam beberapa perdagangan terakhir. Tren penguatan nilai tukar rupiah tersebut pun berpotensi berlanjut dalam jangka pendek.

Berdasarkan data Bloomberg, sepanjang satu bulan terakhir rupiah berhasil menguat 4,7 persen terhadap dolar AS. Kinerja tersebut pun jauh memimpin dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya seperti baht yang hanya mampu menguat 2,69 persen dan dolar Singapura yang hanya menguat 0,78 persen.

Selain itu, dalam perdagangan kali ini saja, Selasa (2/6/2020), rupiah berhasil terapresiasi 2,35 persen atau 195 poin dan parkir di level Rp14.415 per dolar AS. Kinerja kali ini juga menjadikan rupiah sebaga mata uang dengan penguatan terbaik di Asia, mengalahkan ringgit yang menguat 1,5 persen dan baht yang hanya naik 1,1 persen.

Rupiah berhasil membalikkan keadaan dari bergerak di level terendahnya sejak Juni 1998 di kisaran Rp16.000 per dolar AS pada Maret 2020, kini rupiah bergerak di kisaran level Rp14.000 per dolar AS.

Kendati demikian, sepanjang tahun berjalan 2020 rupiah masih terkoreksi 3,8 persen, menjadi salah satu yang terlemah di Asia tepat di bawah ringgit yang melemah 4,75 persen dan won yang melemah 4,2 persen.

Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa penguatan rupiah kali ini didukung oleh demo disertai aksi penjarahan di Amerika Serikat (AS) dalam sepekan terakhir.

“Demi tersebut berpotensi mengganggu perekonomian AS, sehingga melemahkan greenback,” ujar Ariston kepada Bisnis, Selasa (2/6/2020).

Selain itu, pasar juga merespon positif rencana pelonggaran lockdown untuk menggerakkan roda ekonomi di beberapa negara termasuk Indonesia yang segera menerapkan kebijakan normal baru.

Ariston menjelaskan bahwa katalis positif yang saat ini beredar di pasar berpotensi membawa rupiah kembali ke level Rp13.000 per dolar AS, tergantung euforia penerapan new normal dapat bertahan, serta isu eskalasi ketegangan hubungan dagang AS dan China dapat mereda.

Pada perdagangan Rabu (3/6/2020), rupiah diproyeksi masih melanjutkan penguatan dengan potensi level support di kisaran Rp14.300 per dolar AS dan level resistan Rp14.500 per dolar AS.

Tabel Kinerja Mata Uang Asia Pasifik, Selasa (2/6/2020)
Mata UangNilaiPerubahanPerubahan (%)
108.44000.8500+0.79%
121.01001.2000+1.00%
13.99320.1125+0.81%
7.7509-0.00030.00%
1.4020-0.0054-0.38%
74.32601.1900+1.63%
0.68540.0056+0.82%
0.63170.0025+0.40%
29.97200.0390+0.13%
1,225.40000.3900+0.03%
50.35000.0220+0.04%
14,415.0000-195.0000-1.33%
75.3587-0.1863-0.25%
7.1080-0.0197-0.28%
4.2765-0.0410-0.95%
31.5720-0.0900-0.28%
3.9428-0.0701-1.75%

Di sisi lain, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa pergerakan rupiah untuk kembali ke level Rp13.000 per dolar AS akan cukup sulit tercapai dalam waktu dekat, bahkan hingga akhir tahun ini.

Pasalnya, saat ini investor masih terpicu sentimen global yang meningkatkan kepercayaan dirinya terhadap rupiah, tetapi belum sepenuhnya menilai fundamental dalam negeri dan prospek perlambatan ekonomi akibat Covid-19.

Seperti pada rilis inflasi periode Mei 2020 yang berada di posisi 0,07 persen, dapat dinilai investor bahwa return dari investasi bisa menjadi lebih besar, karena umumnya yang menggerus return dari investasi adalah inflasi yang tinggi.

Namun, angka inflasi itu merupakan angka inflasi terendah pada periode Ramadhan dalam 20 tahun terakhir dan bukan sinyal terbaik untuk ekonomi domestik karena daya beli yang lemah sehingga pada kuartal II/2020 inflasi berpotensi lebih terkontraksi.

“Jadi reli rupiah saat ini lebih ke sentimen global, dan investor asing belum sepnuhnya menilai prospek perlambatan ekonomi dalam negeri,” ujar Josua saat dihubungi Bisnis.

Oleh karena itu, dia memproyeksi level support terkuat rupiah berada di posisi Rp14.000 dengan level resistan kuat di Rp14.750 per dolar AS, hingga akhir tahun.

Adapun, kepercayaan diri investor asing terhadap pasar domestik saat ini berhasil meningkat. Hal tersebut tercermin dari capital inflow yang masuk sepanjang Mei menunjukkan hasil positif, dengan rincian pasar obligasi sebesar US$500 juta dan pasar modal dengan angka yang tidak jauh berbeda.

Selain itu, India yang kembali menurunkan suku bunga acuannya juga menjadi sentimen positif bagi Indonesia karena membuat pasar obligasi dalam negeri lebih atraktif.

Penguatan ini pun diproyeksi dapat berlanjut ketika penerapan new normal di Indonesia berhasil dilakukan dengan baik tanpa pelonjakan signifikan kasus baru Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper