Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Infrastruktur, Pandemi Corona, dan Kinerja Saham BUMN Karya yang Amburadul

Kinerja operasional BUMN karya tidak berbanding lurus dengan kinerja sahamnya.
Alat berat dioperasikan untuk pembangunan konstruksi Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo, DI Yogyakarta, Jumat (14/12/2018)./ANTARA-Andreas Fitri Atmoko
Alat berat dioperasikan untuk pembangunan konstruksi Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo, DI Yogyakarta, Jumat (14/12/2018)./ANTARA-Andreas Fitri Atmoko

Bisnis.com, JAKARTA - Harga saham emiten konstruksi milik negara terjerembap. Imbal hasil saham dalam lima tahun sudah terkoreksi lebih dari 50 persen.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, saham PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Waskita Karya (Persero) Tbk., PT PP (Persero) Tbk., dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. sudah berada di bawah level 1.000 hingga perdagangan 20 Mei 2020.

Saham PTPP tercatat mengalami penurunan paling dalam dibandingakn dengan 'tiga saudara' tuanya. Dalam lima tahun terakhir, saham PTPP turun 82,17 persen, disusul Adhi Karya (-80,35 persen), Wijaya Karya (-69,22 persen), dan Waskita Karya (-59,39 persen).

Dalam periode tahun berjalan, keempat saham emiten konstruksi ini juga telah terkoreksi lebih dari 50 persen; lebih dalam dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar -27,84 persen.

Secara khusus, kinerja saham BUMN karya mulai melorot sejak pengumuman kasus pertama virus corona (Covid-19) di Indonesia pada 1 Maret 2020. Sejak saat itu harga saham BUMN karya turun taham mengikuti tren yang terjadi di Bursa Efek Indonesia. Harga saham bahkan menyentuh titik nadir pada 24 Maret 2020. (lihat tabel).

Kinerja Saham BUMN Karya 
EmitenHarga 2 Maret 2020Harga 20 Mei 2020Perubahan (%)
WIKA1.800960-46,66
WSKT970580-40,20
PTPP1.120640-42,85
ADHI745496-33,42

Dampak pandemi virus corona memang memberatkan emiten konstruksi, termasuk BUMN karya karena sejumlah proyek ditunda. Praktis, perolehan kontrak baru luput dari target. Bahkan, di kuartal II/2020, perolehan kontrak baru berpotensi nihil.

Di sisi lain, dalam lima tahun terakhir, pembangunan infrastruktur terbilang massif. Hingga 2024, infrastruktur tetap menjadi salah satu prioritas pembangunan. Sejak 2015, Anggaran infrastruktur naik berlipat. Boleh dibilang, kinerja operasional BUMN karya berbanding terbalik dengan kinerja sahamnya. 

Secara kumulatif, anggaran infrastruktur dari 2015 hingga 2019 mencapai Rp1.739 triliun. Anggaran dialokasikan ke beberapa kementerian teknis, antara lain Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan. Anggaran infrastruktur juga dialirkan melalui Dana Alokasi Khusus dan investasi pemerintah via penyertaan modal negara (PMN).

Pembangunan infrastruktur turut mengerek aset BUMN karya maupun kinerja pendapatannya. Misalnya, Waskita Karya pada 2019 mencatat aset sebanyak Rp122,58 triliun, lebih dari empat kali lipat dibandignkan dengan posisi 2015. 

Secara umum, aset gabungan empat emiten BUMN karya pada 2019 mencapai Rp280,37 triliun ; setiap tahun rata-rata bertumbuh 33,14 persen (compound annual growth result). 

PT Maybank Kim Eng Securities menilai salah satu faktor yang membuat harga saham BUMN konstruksi merosot cukup drastis yakni potensi penurunan kinerja.

Berdasarkan laporan riset Maybank Kim Eng, sekuritas menyebut perlambatan perekonomian akan berpengaruh pada pengetatan anggaran dalam APBN 2020. Ketidakpastian ekonomi di tengah pandemi virus corona juga dinilai akan menghambat realisasi investasi asing (foreign direct investment/FDI) ke Indonesia. 

Sejumlah investasi besar, seperti dari China, Jepang, Korea Selatan, dan Uni Emirat Arab (UEA) yang awalnya diperkirakan akan menjadi katalis proyek baru untuk sektor infrastruktur kini berpotensi tertunda. 

“Dengan potensi penurunan pendanaan ke sektor infrastruktur, setidaknya ada dua hal yang pasti terjadi. Pertama, tender proyek baru yang lebih rendah atau tertunda. Kedua, tekanan terhadap neraca keuangan BUMN karya akan semakin berat,” katanya dalam laporan riset yang dikutip Bisnis.

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menambahkan posisi BUMN karya cukup pelik. Di saat banyak proyek ditunda,  emiten konstruksi juga dihadapkan pada posisi utang yang relatif tinggi.

Secara khusus, dia menilai perusahaan akan mengalami kerepotan jika memiliki utang yang cukup tinggi karena pada saat yang bersamaan pendapatan diprediksi berkurang. 

"Kita perlu berharap pendapatan berhenti tidak terlalu lama, paling tidak Juli—Agustus sudah bisa pulih, sehingga hanya hit laporan keuangan pada 2020 saja,” jelasnya kepada Bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper