Bisnis.com, JAKARTA - Saham Alibaba Group Holding Ltd. terpeleset, setelah perusahaan ini memperkirakan perlambatan pertumbuhan bisnisnya pada tahun ini.
Kondisi perlambatan itu dipicu oleh pemulihan ekonomi pasca-Covid-19 yang penuh ketidakpastian dan memanasnya hubungan Amerika Serikat dengan China.
Saham Alibaba meluncur turun 4 persen di Hong Kong pada Senin (25/5/2020), sebagaimana dikutip Bloomberg. Penurunan itu terjadi mengikuti kemerosotan hampir 6 persen di New York selama akhir pekan lalu.
Perusahaan e-commerce raksasa ini memproyeksikan pertumbuhan penjualan hanya 27,5 persen pada tahun ini atau lebih dari 650 miliar yuan (US$91 miliar). Angka ini turun 35 persen dibandingkan capaian tahun lalu dan di bawah perkiraan analis.
Tetapi, korporasi ini mencatatkan realisasi lebih baik dibandingkan ekspektasi pada kuartal awal tahun ini yakni profit tumbuh 22 persen mencapai 114,3 miliar yuan.
Perusahaan ini memperkirakan aktivitas belanja online akan bergerak positif dari posisi Mei. Tetapi, data masih menunjukkan bahwa konsumen masih ragu untuk mengeluarkan uang membeli barang dengan harga yang mahal.
Pada saat yang sama, Alibaba juga harus bersaing dengan kemunculan rival-rival baru misalnya ByteDance Ltd. and Pinduoduo Inc.
Saat ini, Tmall milik Alibab juga harus berhadapan langsung dengan Tencent Holdings Ltd. atas dominasi kepemimpinan di internet, mulai dari media online, pembayaran, hingga komputasi awan.
Selain itu, JD.com Inc., peritel online nomer 2 terbesar di China, mencatatkan kinerja lebih baik pada kuartal awal tahun ini.
“Pasar sedikit mengecewakan, terlepas dari adanya proyeksi atas penguatan pertumbuhan sekitar 20-3- persen year on year kuartal II/2020 untuk JD dan pertumbuhan GMV [gross metchandise value] 99 persen untuk PDD [Pinduoduo],” kata analis CICC Natalie Wu.
Namun, dia menilai Alibaba masih menjadi pemimpin pasar dalam jangka panjang, meski masih dibutuhkan pemulihan selama beberapa bulan.
Alibaba tercatat telah kehilangan lebih dari US$70 miliar di pasar saham sejak pandemi Covid-19 mencuat pada Januari tahun ini. Tak hanya itu, perusahaan ini juga harus menghadapi denfan ketidakpastian ekonomi global dan memanasnya tensi ekonomi antara China dengan AS.