Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaga Momentum Peningkatan Harga Obligasi RI

Pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan sementara penurunan harga akan menekan tingkat imbal hasil.
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA— Gelontoran stimulus dari pemerintah dan Bank Indonesia mengerek harga obligasi Indonesia. Penanganan penyebaran pandemi COVID-19 menjadi kunci untuk mempertahankan tren penurunan imbal hasil surat utang negara.

Berdasarkan data Bloomberg, imbal hasil atau yield surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun Indonesia parkir di level 7,832 persen pada, Kamis (14/5/2020), pukul 14:56 WIB. Posisi itu terus mengalami penurunan dari 8,048 persen pada akhir sesi, Senin (11/5/2020).

Penurunan yield tidak hanya terjadi untuk SUN tenor 10 tahun Indonesia. Data Bloomberg juga menunjukkan terjadi penurunan yield untuk SUN tenor 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun.

Pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan sementara penurunan harga akan menekan tingkat imbal hasil.

Head of Research & Market Information Department Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Roby Rushandie menilai penurunan yield didorong oleh aksi Bank Indonesia (BI) yang tengah melakukan stabilisasi di pasar surat berharga negara (SBN). Menurutnya, net transaksi bank sentral dalam sepekan terakhir sudah mencapai hampir Rp50 triliun.

“Jadi BI guyur likuiditas melalui pasar SBN. Selain itu, bank juga banyak net transaksi beli di pasar SBN karena ada kewajiban beli SBN sebesar Rp100 triliun,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (14/5/2020).

Roby memprediksi pergerakan yield masih akan berfluktuatif. Pasalnya, net buy masih didominasi oleh BI dan perbankan.

Secara terpisah, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan pergerakan harga obligasi terdorong nilai tukar rupiah yang cenderung menguat. Selain itu, pekan ini diawali dengan penawaran yang masuk hingga Rp70 triliun lebih dalam lelang SUN.

“Setelah itu [lelang SUN] pasar cenderung menguat. Berarti, demand semakin banyak,” jelasnya.

Sebagai catatan, Pemerintah melaporkan total penawaran masuk senilai Rp73,74 triliun dalam lelang SUN, Selasa (12/5/2020). Dari situ, jumlah yang dimenangkan pemerintah senilai Rp20 triliun.

Secara detail, penawaran terbanyak masuk untuk seri FR0082 senilai Rp30,41 triliun dengan jumlah nominal yang dimenangkan senilai Rp7,30 triliun. Imbal hasil rata-rata terimbang yang dimenangkan senilai 8,07 persen.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com, penawaran masuk dalam lelang SUN periode berjalan 2020 sempat mencapai level terendah Rp27,65 triliun pada 14 Mei 2020. Penawaran tertinggi yang masuk selama lelang SUN tahun ini sebesar Rp127,11 triliun pada 18 Februari 2020.

Ramdhan mengatakan penguatan harga obligasi didorong oleh sejumlah stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah dan BI. Artinya, kebijakan itu mendapatkan respons positif dari pelaku pasar.

Kendati demikian, investor asing belum banyak masuk ke pasar obligasi Indonesia. Pasalnya, mereka masih melihat pasar secara global khususnya perkembangan penyebaran COVID-19.

Padahal, lanjut dia, imbal hasil yang ditawarkan oleh obligasi pemerintah Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Pasifik. Nilai itu seharusnya menjadi daya tarik bagi investor asing.

“Kecepatan penurunan yield akan lebih cepat kalau asing sudah masuk. Saat ini sebagian besar yang masuk ke pasar obligasi masih investor domestik khususnya perbankan,” tuturnya.

Ramdhan menambahkan tren penguatan harga obligasi ini dapat terjaga apabila pemerintah secara konsisten dari dua sisi baik dalam pemberian stimulus perkonomian maupun penanganan penyebaran COVID-19. Dengan demikian, upaya pencegahan virus harus juga dilakukan secara maksimal.

Berdasarakan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), persentase kepemilikan asing di SBN yang dapat diperdagangkan sebesar 30,28 persen hingga, Selasa (12/5/2020). Posisi itu menjadi yang terendah pada rentang 2016—2020.

Sementara itu, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan investor asing saat ini masih berhati-hati untuk masuk ke instrumen SBN. Sebaliknya, para pelaku pasar domestik terlihat lebih percaya diri.

David menjelaskan bahwa momentum ini membuka peluang kepada investor domestik agar dapat lebih berperan di dalam SBN Indonesia. Dengan demikian, penurunan porsi asing dapat diambil alih oleh pelaku pasar dalam negeri.

“Porsi asing yang terlalu fluktuatif juga tidak begitu baik bagi nilai tukar rupiah,” jelasnya.

Dia menyebut sejumlah stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah dan bank sentral telah mendapatkan respons positif dari pelaku pasar. Saat ini, investor tinggal menunggu realisasinya.

Tidak kalah penting, imbuhnya, pelaku pasar juga mencermati dengan saksama penanganan COVID-19. Pasalnya, virus tersebut menjadi penyebab utama terjadinya gonjang ganjing dan turbulensi pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper