Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan harga obligasi Indonesia di pasar sekunder lanjut menguat pada, Jumat (15/5/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, imbal hasil atau yield surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun Indonesia parkir di level 7,80 persen pada, Jumat (15/5/2020) pukul 14:07 WIB. Posisi itu turun dari 7,83 persen pada akhir sesi, Kamis (14/5/2020).
Sementara itu, yield SUN tenor 5 tahun Indonesia juga mengalami penurunan dari 7,19 persen pada, Kamis (14/5/2020), menjadi 7,15 persen. Selanjutnya, yield SUN tenor 15 tahun Indonesia juga mengalami penurunan dari 8,09 persen menjadi 8,07 persen pada, Jumat (15/5/2020).
Adapun, yield SUN tenor 20 tahun Indonesia juga turun dari 8,10 persen menjadi 8,08 persen pada, Jumat (15/5/2020).
Sebagai catatan, pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan sementara penurunan akan menekan tingkat imbal hasil.
Associate Direktur of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan kembali naiknya risiko di saham membuat pelaku pasar dan investor melepaskan kembali porsi mereka dan memilih untuk masuk ke dalam pasar obligasi. Hal itu merupakan salah satu langkah yang wajar di tengah peningkatan resiko.
Baca Juga
“Investor akan cenderung mencari investasi yang lebih aman dan lebih menjanjikan. Obligasi memenuhi kriteria tersebut meskipun obligasi tetap memiliki nilai resiko,” tulisnya melalui riset harian, Jumat (15/5/2020).
Nico meyakini penguatan di pasar obligasi akan berlangsung sementara meskipun tingkat volatilitas di pasar bertambah. Apalagi, pekan depan sudah mulai dihadapkan libur Lebaran yang berpotensi cukup besar menahan transaksi.
Secara terpisah, Pengamat Pasar Modal Anil Kumar mengatakan korporasi dapat mencoba menerbitkan obligasi di tengah tren penurunan yield. Akan tetapi, permintaan pasar terhadap surat utang korporasi belum akan meningkat sejalan dengan peningkatan risiko bisnis akibat penyebaran pandemi COVID-19.
“Kita benar-benar belum tahu apa yang akan terjadi terhadap bisnis pada umumnya dan masih harus menunggu kejelasan dalam 3 bulan hingga 6 bulan ke depan,” jelasnya.
Di sisi lain, Anil menyebut pemerintah akan lebih mudah menerbitkan obligasi. Menurutnya, ketidakinginan bank sentral Amerika Serikat dan Inggris untuk memangkas suku bunga acuan ke posisi negatif akan mulai mendorong uang dari kawasan developed market ke Indonesia.
“Jadi memang ini kesempatan bagi pemerintah untuk memenuhi pembiayaan yang diinginkan,” tuturnya.
Dia mengungkapkan investor pada umumnya harus terlebih dahulu fokus kepada obligasi pemerintah. Pasalnya, instrumen itu memiliki durasi yang bisa memberikan keuntungan lebih besar kepada investor jika imbal hasil turun.
“Obligasi pemerintah tidak memiliki risiko gagal bayar dalam mata uang rupiah. Langkah yang tepat untuk investor saat ini ketimbang melakukan pembelian obligasi korporasi dan menambah risiko kredit,” jelasnya.