Bisnis.com, JAKARTA — Proyeksi laba perusahaan-perusahaan di India semakin suram akibat pandemi corona alias Covid-19. Para analis pun memangkas perkiraan awal mereka seiring risiko penurunan yang terus meningkat.
Dilansir dari Bloomberg, negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia ini telah mengalami disrupsi ekonomi setidaknya selama 40 hari setelah Perdana Menteri Narendra Modi memperpanjang lockdown demi menekan penyebaran Covid-19.
Keputusan tersebut dinilai semakin mengaburkan prospek pemulihan pendapatan perusahaan. Tercatat, indeks NSE Nifty 50 masih turun 24 persen sepanjang tahun ini, meski angka tersebut telah lebih baik dibandingkan Maret lalu.
Kalangan analis memperkirakan pendapatan per saham untuk 12 bulan ke depan akan terus turun, berkaca pada penurunan sekitar 10 persen selama enam pekan terakhir. Motilal Oswal memproyeksikan penjualan perusahaan penghuni indeks Nifty turun 10 persen year on year di periode Januari-Maret, dengan keuntungan menyusut 20 persen.
Di antara perusahaan-perusahaan yang telah melaporkan buku keuangan kuartal terakhirnya, dua raksasa teknologi informasi India, Infosys Ltd. dan Wipro Ltd., tidak memproyeksikan pendapatan untuk tahun berjalan.
Sementara itu, HDFC Bank Ltd. melaporkan provisi lebih tinggi untuk kredit macet untuk meredam dampak negatif pada portofolio besar kredit ritelnya.
Baca Juga
Analis Motilal Oswal Financial Services Ltd. Gautam Duggad mengatakan membuat proyeksi pendapatan kondisi global dan lokal yang sangat cair seperti saat ini penuh risiko. Dia menyebut akan banyak revisi proyeksi untuk tahun fiskal 2021.
Adapun Edelweiss Securities Ltd. memperkirakan indeks Nifty akan bertahan agak lebih baik, yakni hanya mengalami penurunan sekitar 5 persen. Perusahaan perbankan, semen, dan bidang kesehatan disebut akan jadi penyokong indeks.
"Pelemahan pendapatan diperkirakan lebih luas, lebih dari 50 persen perusahaan cenderung berkontraksi," kata analis Edelweiss Prateek Parekh.
Parekh menambahkan, mengingat keputusan perpanjangan lockdown yang diambil pemerintah, pertumbuhan EPS diperkirakan lebih dari 20 persen untuk tahun ini dan berikutnya cenderung turun tajam.
"Hasilnya akan tergantung pada besarnya respon kebijakan dan seberapa cepat ekonomi keluar dari kuncian," katanya.