Bisnis.com, JAKARTA – PT Phapros memproyeksikan kinerja pada 2020 akan semakin berat karena tren pelemahan nilai tukar rupiah yang menyebabkan beban pokok membengkak.
Direktur Utama Phapros Barokah Sri Utami mengatkaan bahwa dengan skenario nilai tukar rupiah terhadap dolar menyentuh Rp16.500 perseroan diperkirakan masih bisa membukukan laba bersih sekitar Rp135 miliar dengan penjualan Rp1,5 triliun.
Proyeksi laba itu terpangkas sekitar Rp50 miliar karena adanya kenaikan beban produksi menjadi Rp739 miliar akibat pelemahan kurs serta kenaikan biaya kemas. Adapun, proyeksi laba sebelumnya adalah sekitar Rp186 miliar.
“Jadi ini skenario dari stress test, untuk kondisi yang leih dari itu, dalam kondisi kurs mencapai Rp18.500 per dolar AS, kami tetap upayakan penjualan 1,5 triliun,” ujarnya Selasa (21/4/2020).
Dia menjelaskan di tengah kondisi ini perseroan juga memperkirakan akan terjadi kenaikan beban keuangan. Dia memperkirakan rasio debt to EBITDA akan mencapai 2,82 kali dari posisi saat ini di 2,65 kali.
Sri menyatakan bahwa kegiatan produksi juga mengalami hambatan dari sisi pemasok. Dengan kondisi masih 95 persen bahan baku obat di Indonesia adalah impor, lanjutnya, pemasok kini mulai kesulitan mencari bahan baku.
Baca Juga
Beberapa pemasok, lanjutnya, juga sudah mulai melakukan perubahan skema impor yang mengakibatkan kenaikan harga. Di sisi lain pemasok juga melakukan sistem penguncian saat term of payment telah terlampaui.
“Jadi, kami tidak bisa melakukan pemesanan sebelum membayar mereka. Bahkan supplier tertentu meminta pembayaran di muka, dan supplier tidak ada yuang berani stok bahan, sehingga ada risiko keterlambatan,” ujarnya.
Dia mengatakan untuk mengantisipasi hal itu, perseroan telah melakukan sejumlah strategi. Salah satunya adalah meningkatkan pesanan bahan baku ke pemasok dari sebelumnya direncanakan Rp122 miliar menjadi senilai Rp155 miliar.
Perseroan juga terus mencari alternatif pemasok lain untuk bahan baku. Sementara itu, dari sisi internal perseroan juga berkonsolidasi dengan induk, PT Kimia Farma Tbk., untuk menyamakan pasokan bahan baku.
Menurutnya kenaikan tekanan dari kurs akan kian berat bagi perseroan karena perseroan tidak bisa mengerek harga. Dia mengharapkan pemerintah dapat memberikan sejumlah bantuan untuk menjaga operasional Phapros di tengah kondisi ini.
Menurutnya, pemerintah dapat memberikan subsidi atas selisih nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam rentang tertentu. Dia mencontohkan, jika kurs mencapai lebih dari Rp13.000 per dolar AS, pemerintah dapat mensubsidi kelebihan selisih kursnya.
Selain itu, dia mengharapkan pemerintah mencabut pajak impor untuk bahan baku produksi obat-obatan dari Phapros. Menurutnya, hal ini akan sangat membantu dan akan membuat perseroan dapat benar-benar fokus terhadap produksi obat yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19.
Dia juga mengusulkan pemerintah dapat menghilangkan kewajiban Phapros sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN). Hal ini diharapkan dapat meringkan potensi beban restitusi yang akan ditanggung emiten berkode saham PEHA itu.
Sementara itu, berdasarkan realisasi kinerja hingga Maret 2020, perseroan membukukan pendapatan Rp229,36 miliar. Adapun beban pokok tercatat sebesar Rp103,13 miliar sehingga laba kotor tercatat sebesar Rp126,23 miliar. Sementara itu, laba usaha tercatat sebesar Rp34,79 miliar.