Bisnis.com, JAKARTA – PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) menyampaikan masih membukukan pertumbuhan pernjualan pada kuartal I/2020.
Direktur Utama Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul David Hidayat menyatakan penjualan domestik sepanjang kuartal I/2020 masih tetap bertumbuh.
Meskipun pada 2 minggu terakhir penjualan di pasar tradisional melemah, tetapi perseroan telah mengambil inisiatif penjualan lain melalui platform media sosial dan beberapa mekanisme lainnya.
“Untuk penjualan ekspor, kami mengalami penurunan yang signifikan karena beberapa negara sudah mulai melakukan pembatasan atau bahkan lockdown sebelumnya,” imbuh David kepada Bisnis.com, Senin (6/4/2020).
Karena masih terlalu dini, manajemen juga belum bisa memproyeksikan pertumbuhan penjualan dengan kondisi yang masih belum stabil seperti saat ini.
“Mudah-mudahan kedepannya kita akan mulai terbiasa memperhatikan kesehatan dengan mengkonsumsi secara rutin suplemen dan jamu herbal yang sudah terbukti khasiatnya. Setelah pandemi ini selesai, kami akan melihat kembali potensi bisnis yang terkait,” jelasnya.
Baca Juga
Di pasar modal, saham SIDO menguat 5,24 persen ke level Rp1.305 pada penutupan perdagangan Senin (6/4/2020). Harga melonjak 24,88 persen dalam sepekan terakhir.
Sebelumnya, pada 2019, SIDO membukukan penjualan Rp3,07 triliun, meningkat 11 persen year on year (yoy) dari sebelumnya Rp2,76 triliun. Laba bersih mencapai Rp807,69 miliar, tumbuh 21,67 persen yoy dari 2018 sebesar Rp663,85 miliar.
Direktur Keuangan Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Leonard mengatakan pencapaian ini tak lepas dari realisasi dari penerapan strategi utama perseroan.
“Kita berhasil merealisasikan semua strategi yang kita sudah tetapkan di awal tahun 2019. Jadi ada tiga main strategy yang kita lakukan,” cerita Leonard kepada Bisnis.com pada Kamis (20/2/2020).
Pertama, perseroan berhasil berekspansi ke pasar internasional dengan fokus negara seperti Filipina, Malaysia dan Nigeria. Hasilnya, kontribusi ekspor meningkat menjadi 5 persen pada tahun 2019 dari 2 persen pada tahun sebelumnya.
Kedua, perseroan mengaku berhasil meyakinkan pasar bahwa daerah Indonesia timur memberikan kontribusi paling besar terhadap penjualan. Sebelumnya, diakui Leonard, distribusi produk di daerah Indonesia timur belum merata sehingga strategi perseroan adalah menjangkau pasar di daerah-daerah tersebut.
“Kisarannya double digit (pertumbuhan di daerah Indonesia Timur), di barat, tengah semua growth. Tapi in term of percentage, timur paling besar. Numeric distribution-nya barang barangnya masih belum merata di daerah timur, jadi kita lakukan banyak aktivitas," terangnya.
Terakhir, perseroan berhasil menjalankan channel modern trade yang pada tahun lalu bisa menyumbang 11 persen terhadap penjualan. Adapun, pada tahun sebelumnya, opsi ini hanya menyumbang angka persentase 8 persen terhadap penjualan.
“Yang kita lakukan monitoring agreementnya. Dulu (kadang) diminta kirimin PO, nggak dikirim. Kadang agak sulit temu payment-nya juga mesti tepat,” sambungnya.
Leonard menyebutkan strategi ini kemungkinan besar juga akan dilakukan pada tahun ini. Dengan belanja modal sebesar Rp180 miliar, perseroan optimis menargetkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih minimal 10 persen pada tahun berjalan.