Bisnis.com, JAKARTA — Emiten properti PT Lippo Karawaci Tbk. mengalokasikan dana sebesar Rp75 miliar untuk aksi buy back.
Emiten berkode saham LPKR itu mengambil opsi buy back karena perseroan meyakini bahwa pembelian kembali saham perseroan akan memberikan pesan yang baik kepada pasar untuk meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan dan akan meningkatkan nilai bagi para pemegang saham.
LPKR mengalokasikan dana sebesar Rp75 miliar untuk melakukan pembelian kembali saham yang beredar. Jumlah tersebut termasuk biaya transaksi, biaya perantara pedagang efek, dan biaya lain yang terkait dengan aksi buy back.
Anak usaha Grup Lippo itu berencana tidak akan melebihi batas persentase saham buyback yaitu kurang dari 20 persen dan jumlah saham beredar tidak kurang dari free float yang diijinkan yaitu dari 7,5 persen sesuai yang diatur dalam SEOJK No.3/2020.
Perusahaan telah menunjuk PT Ciptadana Sekuritas Asia untuk melakukan buy back saham pada periode 1 April 2020 sampai dengan 30 Juni 2020.
Adapun, selama tahun berjalan hingga Selasa (31/3/2020), laju saham LPKR sudah terkoreksi 45,04 persen ke level Rp133.
Baca Juga
Sebelumnya John Riady, Chief Executive Officer Lippo Karawaci mengatakan selama tiga bulan terakhir, LPKR telah mengambil langkah-langkah untuk memperkuat fleksibilitas keuangan. Menurutnya hal itu nantinya akan membantu dalam menavigasikan perseroan secara efektif untuk melalui suatu situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Dalam masa yang penuh ketidakpastian ini, kami telah membuat sejumlah keputusan yang menempatkan Lippo Karawaci di posisi terbaik bagi para karyawan, pelanggan, dan pemegang saham kami, ”katanya dalam siaran resmi pada Senin (30/3/2020).
Sebagai informasi, LPKR telah mendapatkan fasilitas pinjaman modal kerja senilai Rp700 miliar dengan bank lokal pada Maret 2020.
Pinjaman tersebut akan menyediakan likuiditas tambahan bagi Perseroan. Namun di sisi lain, John juga berniat mengurangi sejumlah biaya operasional pada tahun fiskal 2020. Efisiensi juga akan menargetkan pengurangan lebih lanjut dalam belanja modal dan modal kerja.