Bisnis.com, JAKARTA – Dalam kondisi ekonomi yang menantang pada 2020, sejumlah emiten Grup Sinar Mas terus berupaya memacu kinerja.
Konglomerasi yang didirikan oleh mendiang Eka Tjipta Widjaja itu memiliki sebelas perusahaan yang telah berstatus sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia.
Perusahaan sektor finansial, PT Sinar Mas Multiartha Tbk. (SMMA) menjadi emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar, yakni Rp85,96 triliun per Kamis (12/3).
Selain itu, Sinar Mas memiliki perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, seperti pulp dan kertas, perkebunan sawit, properti dan kawasan industri, telekomunikasi, hingga pertambangan dan kelistrikan.
Meskipun bisnisnya terintegrasi dari hulu ke hilir, kinerja saham selama tahun berjalan mayoritas terkoreksi.
Hanya ada satu emiten saja yang mengalami kenaikan selama tahun berjalan yakni PT Dian Swastika Sentosa Tbk. (DSSA) yang menguat 28,83 persen selama tahun berjalan. Sementara itu, PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS) sama sekali tidak bergerak karena sedang menjalani suspensi sejak 2018.
Baca Juga
Head of Research FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi mengatakan menjadi emiten grup konglomerasi bukan jaminan bakal mengalami penguatan. Pasalnya, terdapat perbedaan antara emiten berfundamental bagus dan emiten berkinerja saham bagus.
“Emiten-emiten itu [Grup Sinar Mas] bagus tapi tidak menarik bagi pasar,” katanya kepada Bisnis.com pada Kamis (12/3). Hal itu, lanjutnya, semakin diperparah dengan merebaknya virus corona yang ikut menekan kinerja saham perseroan.
Wisnu mengatakan PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk.(INKP) adalah 2 dari 11 emiten yang menarik untuk dicermati. Menurutnya dengan valuasi Rp855 per saham, BSDE menarik untuk dikoleksi.
Pasalnya, emiten yang bergerak di bidang properti paling berpeluang untuk tumbuh secara fundamental. Adapun koleksi harus dilakukan secara dicicil karena masih berpeluang terdiskon. Selain itu, INKP juga menarik karena pernah mencapai level tertinggi Rp20.000 per saham.
“BSDE ini menarik karena sudah murah meskipun properti belum menggeliat lagi. INKP pun sudah murah karena diperdagangkan di level Rp4.900,” katanya.
Wisnu mengatakan dengan tren penurunan saat ini, justru waktu yang tepat untuk melakukan cicil beli. Menurutnya, terdapat peluang untuk rebound setelah virus corona tertangani.
Tabel Kinerja Saham Emiten Grup Sinar Mas per Kamis (12/3)
Emiten | Harga (Rp) | YTD (%) | PER (x) | Publik (%) |
BSDE | 855 | -31,87 | 5,59 | 47,08 |
DMAS | 180 | -39,19 | 8,67 | 17,72 |
SMMA | 13.500 | -11,33 | 11,34 | 31,21 |
SMAR | 3.500 | -15,46 | 14,17 | 7,60 |
TKIM | 6.250 | -39,17 | 6,86 | 40,32 |
INKP | 4.900 | -36,36 | 6,00 | 46,74 |
FREN | 67 | -51,45 | -6,70 | 26,30 |
DSSA | 17.875 | 28,83 | 25,91 | 40,00 |
GEMS | 2.550 | 0,00 | 16,45 | 3,00 |
BSIM | 520 | -11,11 | 520 | 41,87 |
DUT | 4.990 | -0,20 | 10,46 | 11,44 |
Sumber: Bloomberg, Bisnis Indonesia, Diolah
KINERJA EMITEN
Emiten perkebunan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) masih yakin industri kelapa sawit akan rebound usai virus corona tertangani.
Investor Relation Sinar Mas Agro Resources and Technology Pinta S. Chandra mengatakan pada kuartal I/2020 ini kinerja perseroan bakal terpapar virus corona. Pasalnya, hal itu telah membuat harga crude palm oil (CPO) jatuh.
“Ini akan berpengaruh karena kinerja kami sangat tergantung dari volatilitas harga CPO,” katanya kepada Bisnis.com pada Kamis (12/3/2020).
Mengutip data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (12/3/2020) pukul 11.03 WIB, harga CPO di Bursa Malaysia kontrak teraktif Mei 2020 turun 3,65 persen atau 86 poin menjadi 2.273 ringgit per ton. Harga merosot 22,07 persen sepanjang tahun berjalan.
Pinta mengatakan sejauh ini kontribusi penjualan ekspor dan domestik saling menyumbang 50 persen atas total pendapatan.
Pada kuartal III/2019, SMAR mencatatkan pendapatan sebesar Rp26,38 triliun. Total penjualan domsetik menyumbang Rp13,18 triliun sedangkan ekspor sebesar Rp13,19 triliun. Total pendapatan itu menurun 4,76 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya Rp27,70 triliun.
Pada periode sebelumnya segmen penjualan domestik menyumbang Rp12,78 triliun sedangkan ekspor sebesar Rp14,91 triliun. Meski demikian, Pinta meyakini industri CPO akan kembali pulih sebab secara fundamental paling efisien dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.
“Harga CPO akan berfluktuasi dipengaruhi berbagai faktor. Namun, secara jangka panjang fundamental industri ini akan tetap kuat sebagai minyak nabati yang paling efisien dan digunakan secara luas baik pangan dan non-pangan,” katanya.
Di sektor pertambangan, Presiden Direktur PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS) Bonafasius optimistis pendapatan pada 2020 dapat menyamai torehan pendapatan tahun lalu.
GEMS mencatatkan peningkatan penjualan sebesar 5,93 persen dari posisi US$1,04 miliar pada 2018 menjadi US$1,10 miliar.
“Target pendapatan dan laba kami minimal sama dengan tahun lalu. Kami tidak pesimis karena kami berupaya melakukan efisiensi dengan mengurangi rasio pengupasan dan jarak pembuangan,” ungkapnya.
Tahun lalu GEMS mencatatkan laba bersih senilai US$65,40 juta turun 33,78 persen dibandingkan dengan 2018 senilai US$98,71 juta. Dengan demikian laba bersih yang dapat diatribusikan menjadi US$0,011 sedangkan pada tahu sebelumnya US$0,016.
Bonafasius optimistis bisa menorehkan kinerja yang serupa karena telah memperoleh kontrak penjualan sebesar 30 juta ton batu bara. Sekitar 30 persen diantaranya untuk memenuhi pasar domestik sedangkan sisanya China, India dan negara Asia Tenggara lainnya.
“Kami sudah punya kontrak 100 persen untuk produksi 30 juta ton. Kami akan memasok lebih dari 30 persen untuk pasar domestik karena ini penting untuk jangka panjang,” katanya.
Induk usaha GEMS, yakni PT Dian Swastika Sentosa Tbk. (DSSA) akan segera mengoperasikan dua proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yakni Independent Power Producer (IPP) PLTU Kalteng-1 dan IPP PLTU Kalteng-3 berkapasitas 2 x 100 MW.
Sementara itu, emiten properti PT Bumi Serpong Damai Tbk. berambisi menaikkan marketing sales sebesar 11 persen atau mencapai Rp7,2 triliun pada 2020.
Direktur Bumi Serpong Damai Hermawan Wijaya mengatakan perseroan bakal menaikkan marketing sales menjadi Rp7,2 triliun naik 11 persen dibandingkan dengan raihan 2019 yang mencapai Rp6,5 triliun. Menurutnya, segmen residensial masih akan menjadi kontributor utama pemasaran tahun ini.
“Produk residensial masih akan menjadi kontributor utama sebesar 58 persen atau senilai Rp4,2 triliun. Sementara itu, proyek komersial diharapkan menyumbang 28 persen dan sisanya 14 persen dari penjualan lahan dalam kerja sama joint venture dengan mitra strategis,” katanya.
Hermawan menambahkan secara geografis proyek utama BSD City dipatok bisa berkontribusi 58 persen. Pasalnya, ada sejumlah proyek baru yang siap diluncurkan pada pengembangan fase I dan II. Diantaranya adalah Tabebuya, Zena, The Zora, Nava Park, Savia dan Mozia.
“Selain itu, kami juga menargetkan dapat menjual lahan komersial di BSD City untuk kebutuhan bisnis senilai Rp800 miliar,” tutur Hermawan.
Adapun, sisa marketing sales sebesar 42 persen diharapkan berasal dari sejumlah proyek lain seperti Kota Wisata di Cibubur, Taman Banjar Wijaya di Tangerang, Grand City Balikpapan di Kalimantan, Grand Wisata di Bekasi, Southgate TB Simatupang di Jakarta Selatan dan The Elements di Jakarta.
Sementara itu, pada tahun lalu marketing sales emiten berkode saham BSDE itu melebihi target dari Rp6,2 triliun menjadi Rp6,5 triliun. Hermawan menyatakan capaian positif tersebut didukung oleh penjualan produk-produk baru yang unik dan inovatif.