Bisnis.com, JAKARTA – Saham Samsung Electronics anjlok dan menyeret bursa Korea Selatan terkoreksi lebih dari 1 persen pada akhir perdagangan hari ini, Rabu (26/2/2020), seiring dengan terus meningkatnya jumlah kasus terinfeksi virus corona (Covid-19) di Negeri Ginseng.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Kospi ditutup di level 2.076,77 dengan pelemahan tajam 1,28 persen atau 26,84 poin dari level penutupan sebelumnya.
Pada perdagangan Selasa (25/2/2020), Kospi mampu berakhir di posisi 2.103,61 dengan kenaikan 1,18 persen atau 24,57 poin, didorong laporan mengenai melambatnya laju kasus virus corona di Korsel.
Nyatanya, jumlah kasus infeksi virus corona di negeri tersebut terus menanjak. Jumlah kasus yang dikonfirmasi hingga saat ini di Negeri Ginseng telah menembus 1.000 orang, menjadikannya negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbesar di luar China.
Pada Rabu (26/2) pukul 4 sore waktu setempat, kementerian kesehatan Korea Selatan bahkan mengumumkan 115 kasus tambahan, setelah mengumumkan 169 kasus lebih lanjut pada pukul 09.00 pagi waktu setempat.
Di antara total 1.261 kasus yang dikonfirmasi, sebanyak 710 orang berasal dari Daegu dan 317 orang dari provinsi Gyeongsang. Adapun total korban jiwa di negara itu mencapai 12 orang, seperti dikutip dari Bloomberg.
Dari 792 saham yang diperdagangkan, sebanyak 215 saham menguat, 520 saham melemah, dan 57 saham stagnan. Saham Chungho Comnet Co. Ltd. mencatat penurunan terbesar dengan 30 persen, disusul saham Tong Yang Moolsan Co. Ltd. yang melorot 8,33 persen.
Sementara itu, saham raksasa teknologi Samsung Electronics Co. Ltd. ditutup anjlok 1.400 poin atau 2,42 persen di level 56.500 won.
Pelemahan saham Samsung menjadi penekan utama bagi koreksi yang dialami Kospi setelah mampu turut mendorong indeks saham acuan Korsel ini rebound pada perdagangan Selasa (25/2).
Tak hanya Kospi, nilai tukar mata uang won pun kembali tertekan dan berakhir melemah 0,53 persen atau 6,29 poin di level 1.216,95, seiring dengan melonjaknya jumlah kasus virus corona di Korsel yang semakin membebani daya tarik aset-aset berisiko.
“Kekhawatiran atas kerugian berkepanjangan [dari virus corona] terhadap prospek global menunjukkan bahwa ekspektasi untuk pemulihan mungkin terlalu optimistis,” ujar Saktiandi Supaat, kepala riset valuta asing di Malayan Banking, dalam sebuah catatan.
“Pelemahan dalam valas seperti won dapat bertahan untuk sementara,” tambahnya.