Bisnis.com, JAKARTA – PT Adhi Commuter Properti, anak usaha PT Adhi Karya (Persero) Tbk. bidik dana Rp2,5 triliun dari proses initial public offering atau IPO yang akan dilaksanakan pada kuartal II/2020.
Direktur Keuangan, Manajemen Risiko, dan SDM PT Adhi Commuter Properti (ACP) Mochamad Yusuf mengatakan bahwa proses IPO saat ini masih dalam tahap finalisasi. Dana yang didapatkan dari IPO, lanjutnya, sebagian besar akan digunakan untuk kebutuhan belanja modal.
“Penggunaan dana IPO, 80 persen akan digunakan untuk belanja modal, dan 20 persen untuk refinancing [obligasi]. Kami rencanakan [melepas] 30 persen dengan nilai Rp2,5 triliun,” ujarnya di Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Dia menjelaskan proses IPO saat ini sudah memasuki tahap finalisasi. Meski begitu, perseroan masih enggan menyampaikan siapa pihak penjamin emisi atau underwriter yang ditunjuk. Dia hanya mengatakan penjamin emisi akan berupa konsorsium yang terdiri dari 3—4 perusahaan kombinasi BUMN dan swasta.
Menurutnya, proses IPO ini sejatinya sedikit terlambat dari jadwal yang direncanakan. Perseroan mulanya berencana menjadi perusahaan terbuka pada tahun lalu. Namun, kondisi pasar yang kurang baik terpaksa membuat perseroan mengurungkan niat tersebut. Selain itu, perseroan juga masih belum merasa memiliki cadangan lahan yang mencukupi untuk IPO.
Selagi memundurkan rencana IPO, perseroan memutuskan untuk menambah modal (equity) menjadi Rp2 triliun pada 2019. Selain itu perseroan juga telah memperkuat aset menjadi Rp4 triliun dan kepemilikan cadangan lahan menjadi 180 hektare.
Baca Juga
“Sekarang equity kami sudah Rp2 triliun dan itu insyaallah membuat kami percaya diri, dan kondisi market, beberapa kali saya sounding, sedang menanti-menanti emiten properti yang berbasis TOD. Insyaallah akhir bulan ini audit juga selesai, kami akan segera mulai proses IPO-nya,” jelasnya.
TOD
Dia juga menilai, karakteristik pengembangan bisnis properti yang berbasis transit oriented development (TOD) akan menjadi daya tawar penting bagi investor di pasar modal. Dia percaya diri, nasib saham perseroan nanti tidak akan seperti emiten-emiten properti milik anak usaha BUMN lainnya.
“Bedanya, kami lebih fokus di TOD, satu-satunya lah bisa kami katakan yang fokus TOD di Indonesia, kami posisinya di delapan lokasi yang jalan itu TOD. Kami percaya diri, karena kami yakin TOD ini dinanti-nanti,” ujarnya.
Dia mengatakan sebelum IPO, perseroan juga akan terlebih dahulu melakukan penerbitan surat utang atau obligasi sebesar Rp1 triliun. Dana ini akan dikombinasikan dengan dana dari IPO untuk memenuhi keperluan belanja modal pada tahun ini.
Adapun, alokasi belanja modal pada tahun ini mencapai sekitar Rp3,5 triliun yang akan digunakan untuk pengadaan lahan dan pengembangan. Sebanyak Rp2 triliun akan mengandalkan IPO, sedangkan sisanya akan mengandalkan kas internal serta dana segar dari penerbitan surat utang.
“Kami punya kas internal sampai dengan Rp 500 miliar sampai dengan kuartal II nanti. Kemudian kuartal I ini kami berencana terbitkan surat utang Rp1 triliun, ini di-backup sepenuhnya sama Adhi Karya, jadi total Rp3,5 triliun,” katanya.
Tambah Cadangan Lahan
Belanja modal pada tahun ini akan difokuskan untuk keperluan menambah cadangan lahan sebanyak 500 hektare. Dengan demikian, perseroan menarget total cadangan lahan pada akhir 2020 dapat mencapai sekitar 680 Hektare.
Selain itu, dia mengatakan bahwa penerbitan obligasi juga dilakukan untuk menambah valuasi aset perseroan. Hal ini dilakukan seiring dengan pemberlakuan pedoman standar akuntansi keuangan (PSAK) 71 dan PSAK 72.
“Bond itu full dalam kepentingan menambah value aset kita, karena posisi 2020 kami sudah menggunakan PSAK 71 dan 72, mau tidak mau kita tambah aset valuenya,” katanya.
Dia menjelaskan perseroan lebih memilih skema IPO dan penerbitan obligasi ketimbang mengandalkan pinjaman bank, karena akan berfokus untuk pengadaan lahan. Adapun, utang dalam pinjaman bank sudah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja.
Yusuf mengatakan pada tahun lalu perseroan mencatat laba bersih sebesar Rp 136 miliar, sedikit meleset dari target Rp 137 miliar. Sementara itu, realisasi pendapatan penjualan (marketing sales) pada 2019 mencapai Rp1,2 triliun dari target Rp1,3 triliun. Pada tahun ini, perseroan optimistis dapat mencatatkan pendapatan sebesar Rp2,2 triliun.
“Karena tahun kemarin kan kami hanya 8 proyek yang jalan dan 3 hotel kami jadi operator, dapatnya Rp1,2 triliun. Tahun ini, kita nambah, akhir tahun kemarin launching 3 projek yang di kuartal II/2020 sudah bisa marketing sales. Jadi target Rp2,2T dengan 18 proyek,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Parwanto Nugroho mengatakan bahwa rencana IPO ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang Adhi secara konsolidasi. Langkah ini diharapkan dapat menunjang pengembangan bisnis perseroan ke depannya.
“IPO ACP merupakan aksi korporasi Adhi. Diharapkan, ekuitas ACP akan meningkat, yang akan digunakan untuk pembiayaan pengembangan kawasan TOD yang sudah direncanakan,” katanya kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020).