Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Antisipasi Corona, Timah Pilih Wait and See

Direksi PT Timah Tbk. menyatakan tetap akan melihat kondisi pasar untuk menentukan target produksi pada tahun ini untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari mewabahnya virus corona.
Pekerja menghitung timah batangan di salah satu pabrik di Kepulauan Bangka Belitung. Bisnis/Endang Muchtar
Pekerja menghitung timah batangan di salah satu pabrik di Kepulauan Bangka Belitung. Bisnis/Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA – Direksi PT Timah Tbk. menyatakan tetap akan melihat kondisi pasar untuk menentukan target produksi pada tahun ini untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari mewabahnya virus corona.

Direktur Utama Timah Pahlevi Tabrani menuturkan meredanya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China menjadi salah satu dorongan positif pada tahun ini. Namun, mewabahnya virus corona kini menjadi tantangan utama bagi kegiatan bisnis emiten berkode saham TINS tersebut.

“Memang yang paling isu adalah harga yang tertekan, kemarin trade war, sekarang ada corona, pasca corona harga drop, mungkin setelah itu kami wait and see saja. Kami juga tidak mau produksi kalau harga tidak begitu bagus,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (18/2/2020).

Kendati demikian, dia memastikan bahwa perseroan tidak memiliki isu produksi pada tahun ini. Meski begitu perseroan tidak akan ngoyo menggenjot produksi dan tetap menyesuaikan hal itu dengan harga komoditas timah di pasar global.

“Tahun ini kami tidak ada isu produksi, kami beda dengan china, mereka ada isu suplai bahan bakunya kan,mereka ada tambangnya yang collapse, tetapi kami tidak ada isu seperti itu, kami bisa produksi kapanpun juga,” katanya.

Dia menjelaskan turunnya harga timah dan komoditas logam lainnya menjadi salah satu tantangan berat pada tahun lalu. Harga timah lanjutnya, turun dari sekitar US$21.000 per ton pada 2018 ke US$16.000 per ton pada 2019.

Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perseroan mencatatkan rugi bersih Rp175,78 miliar pada 9 bulan pertama tahun lalu.

Di sisi lain, Riza menampik anggapan bahwa posisi laba rugi yang kurang memuaskan itu disebabkan oleh meningkatnya biaya operasional dan belanja operasional dalam proses pembentukan holding BUMN Tambang atau Mind Id.

Dia juga mengatakan pihaknya belum dapat menyampaikan angka pasti produksi pada tahun lalu. Perseroan, lanjutnya, baru akan menyampaikan hal itu setelah proses audit laporan keuangan 2019 rampung pada bulan depan.

“Sekarang kita mau closing laporan keuangan, nanti kami akan sampaikan data resminya bersama dengan laporan keuangan tersebut, penjualan dan produksi. Secara resmi kami belum bisa komentar, nanti akan disampaikan di akhir atau pertengahan Maret,” katanya.

Sementara itu, berdasarkan data International Tin Association (ITA), sepanjang 2019 Timah memproduksi olahan timah sebanyak 76.400 ton, naik 128,7% dari 2018. Hal ini membuat Timah menggusur Yunnan Tin yang sebelumnya tercatat sebagai produsen timah olahan terbesar dunia. Pada 2019, produksi timah Yunnan Tin turun 7,5% menjadi 72.000 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper