Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah memantapkan panduan bagi investor saham, khususnya pemula, agar tidak terjebak pada saham gorengan saat melakukan transaksi atau investasi di lantai bursa.
Panduan pertama melalui unusual market activity (UMA). Yakni, data mengenai saham-saham yang berada dalam pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI) karena harga maupun aktivitas perdagangan saham tersebut berada di luar kebiasaan.
Kedua, broker atau trading online akan didorong mengimplementasikan notifikasi khusus (notasi) pada emiten yang diperdagangkan. Hal ini sebagai panduan bagi investor saat melakukan transaksi di pasar modal.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Hoesen menyampaikan bahwa catatan di UMA acap kali diabaikan oleh para investor. Bahkan, ketika masuk dalam UMA dinilai ada peluang nilai saham bakal naik tinggi.
“UMA itu selalu diumumkan secara realtime. Namun, ketika saham ditetapkan status UMA tetap ada saja ada investor yang membeli. Asumsinya ada yang berpikir wah sebentar lagi akan naik harga sahamnya,” ujarnya dalam acara diskusi bersama media, Sabtu (15/2/2020).
Bahkan, tuturnya, apabila ada saham di-suspend atau disetop diperdagangkan banyak broker dan investor yang protes. Padahal sebelum dilakukan suspend investor dan broker telah diperingatkan di UMA.
Baca Juga
“Kalau di-suspend ribut broker dan investor, ‘kenapa dilarang dibeli’ tapi kalau kejadian [rugi] baru tanya, ‘kemana pengawas,’ [otoritas] ‘bursa ngapain.’ Padahal kami sudah sampaikan, sudah alert karena aktivitas dia [emiten], bukan orang,” tuturnya.
Selain itu, sambungnya, otoritas pasar modal juga melakukan pemanggilan kepada investor yang melakukan transaksi aneh. Misal melakukan transaksi selama berhari-hari pada harga tinggi, tetapi dijual harga murah. “Tapi mereka merespons, ‘kalau saya punya duit kenapa, ini duit saya.’ Ini gambaran saja.”
OJK juga melakukan mitigasi kepada investor dengan mendorong broker maupun trading online untuk mengimplementasikan notifikasi khusus (notasi). Hal itu terkait dengan keberadaan fenomena saham gorengan.
Keberadaan notasi dinilai memudahkan investor, khususnya pemula, untuk mengenali identitas saham yang akan mereka beli. Hoesen menyampaikan notasi saat ini mulai bisa dilihat di bursa efek. Akan tetapi, baru beberapa broker yang mengimplementasikan.
Ke depan, diharapkan jumlah broker yang menerapkan notasi terus bertambah. "Kami akan wajibkan bahwa semua trading online, broker membuat notasi. Kalau di bursa sudah ada. Nah, investor cek sahamnya itu, ada ‘tato’-nya atau tidak. Kalau ada tato-nya hati-hati,” tuturnya.
Ada tujuh kriteria notasi khusus yang ditetapkan otoritas pasar modal, yakni adanya permohonan pernyataan pailit, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), laporan keuangan terakhir menunjukkan ekuitas negatif dan tidak ada pendapatan usaha.
Selain itu, adanya opini tidak wajar, tidak menyatakan pendapat dari akuntan publik, dan perusahaan tercatat belum menyampaikan laporan keuangan. “Kami masih akan memperluas ketujuh notasi khusus ini,” kata Hoesen.
Pasar modal pada awal tahun ini mencatatkan kinerja merah. Salah satu penyebabnya karena dinilai maraknya saham gorengan, selain karena faktor global yang membuat indeks turun.
Kinerja pasar saham Indonesia selama 2020 menunjukkan pelemahan. Indeks harga saham gabungan (IHSG) per 12 Februari turun 6,13 persen ke posisi 5.913,08 (year-to-date/ytd).
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi, menuturkan pelemahan kinerja tak hanya dirasakan Indonesia. "Secara regional semua turun mulai dari Taiwan, Thailand, Filipina, Malaysia, Hong Kong rata-rata menunjukkan kinerja penurunan," ujarnya.
Hanya Singapura, Jepang, Australia, Dow Jones dan Korea Selatan yang mengalami peningkatan secara ytd, di kawasan regional. Dengan besaran kenaikan yang tipis. Seperti Jepang hanya 0,74 persen, Singapura sebesar 1,51 persen dan Korea Selatan 0,69 persen.