Bisnis.com, JAKARTA – Belanja modal atau capital expenditure Badan Usaha Milik Negara cenderung lebih rendah pada tahun ini meski pemerintah tengah menyiapkan pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur.
Analis Artha Sekuritas Dennies Christoper Jordan menilai Badan usaha milik negara (BUMN) lebih konservatif pada tahun ini dengan mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure yang cenderung lebih rendah.
Dia menjelaskan meskipun alokasi belanja modal tidak mengalami peningkatan pada tahun ini, bisnis BUMN karya masih berpotensi tumbuh dengan baik pada tahun ini. Penambahan nilai kontrak baru (NKB) akan terdorong oleh adanya backlog kontrak dari tahun lalu.
“Hal itu [belanja modal turun] supaya lebih konservatif saja. Kalau untuk kontrak, saya rasa karena ada backlog. Jadi, kontrak yang seharusnya didapat pada 2019 diperkirakan akan didapatkan pada 2020, jadi pada berani pasang target tinggi,” jelasnya kepada Bisnis, Jumat (7/2/2020).
Menurutnya, dari keempat emiten BUMN Karya, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. menjadi pilihan paling menarik pada tahun ini. Perseroan dinilai memiliki posisi keuangan perusahaan yang paling sehat dengan arus kas yang baik serta rasio utang yang lebih rendah.
Selain itu, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. juga dinilai dapat menjadi pilihan alternatif. Meski kinerja perusahaan lalu di bawah ekspektasi, perseroan akan mencatatkan perbaikan signifikan pada tahun ini berkat penerimaan arus kas yang masuk pada akhir tahun lalu dan order book yang masih cukup besar.
Baca Juga
“Kalau yang cukup mentereng saya rasa Wijaya Karya masih yang terbaik. Namun, Waskita Karya, meskipun kinerja tahun lalu cukup buruk, saya rasa tahun ini akan ada perbaikan yang cukup siginifikan,” katanya.
Dari empat emiten BUMN karya, hampir seluruhnya mengalokasikan belanja modal yang lebih rendah pada tahun ini. PT PP (Persero) Tbk. misalnya, mengalokasikan Rp5,42 triliun belanja modal pada 2020, turun dari alokasi pada tahun sebelumnya sebesar Rp8,73 triliun.
Namun demikian, alokasi ini lebih tinggi 24,17% dibandingkan realisasi serapan belanja modal pada 2019 yang mencapai Rp4,36 triliun. Realisasi ini hanya mencapai sekitar 50% dari target alokasi belanja modal perseroan pada tahun lalu.
Adapun, Wijaya Karya dan Waskita Karya masing-masing menganggarkan belanja modal sebesar Rp11,5 triliun dan Rp18 triliun—Rp20 triliun. Dibandingkan dengan alokasi pada 2019, tiap-tiap belanja modal tersebut menurun 26,28 persen dan 23 persen—30 persen.
Sementara itu, PT Adhi Karya (Persero) Tbk. menganggarkan belanja modal sebesar Rp5,5 trilun, tak jauh berbeda dengan alokasi 2019 sebesar Rp5,2 triliun. Sejumlah Rp3,9 triliun akan digunakan untuk pembelian aset tetap, Rp1 triliun untuk proyek investasi, dan Rp600 miliar untuk penyertaan ke anak usaha.