Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana mengurangi jumlah perusahaan pelat merah dalam rangka restrukturisasi BUMN. Perampingan diharapkan membuat BUMN lebih efisien.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pihaknya sudah meninjau profil BUMN yang jumlahnya mencapai sekitar 142 perusahaan. Jumlah tersebut dinilai terlalu gemuk sehingga sebagaimana arahan Menteri BUMN Erick Thohir, jumlah BUMN akan dikurangi.
“Nanti kami lihat portofolionya mana yang bisa create value, mana yang PSO [public service obligation]. Nah, yang tidak create value dan tidak ada fungsi sosial yang besar kami mau gabungkan atau likuidasi,” jelasnya Kartika di Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Pria yang akrab disapa Tiko ini belum mau membeberkan BUMN mana yang masuk kriteria untuk digabung dengan BUMN lain atau dibubarkan. Dia menambahkan, tujuan lain pengurangan BUMN juga untuk menghindari kebangkrutan.
Tiko mengakui, sejumlah BUMN mengalami kerugian dan berpotensi terperosok ke dalam jurang kebangkrutan. Dia mencontohkan, salah satu BUMN yang bangkrut adalah PT Kertas Leces (Persero). Ke depan, BUMN dengan rapor merah diharapkan bisa dikelola oleh PT Perusahaan Pengelola Aset.
Dia mengimbuhkan, Kementerian BUMN belum bisa memastikan berapa jumlah akhir BUMN setelah dirampingkan. Pasalnya, rencana ini juga melibatkan instansi lain, misalnya Kementerian Keuangan.
“Kami coba turunkan jumlahnya, tapi macam-macam mungkin ada yang bisa ditaruh di PPA karena PPA juga efektif sebagai agen untuk restrukturisasi,” ujar mantan Dirut Bank Mandiri tersebut.
Sebagaimana diketahui, PPA didirikan pada 2004 untuk mengelola aset-aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), baik aset kredit, saham, maupun properti. PPA punya pengalaman panjang dalam restrukturisasi BUMN sakit. Beberapa BUMN yang direstrukturisasi oleh PPA antara lain PT Djakarta Lloyd (Persero), PT PAL Indonesia (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero), dan PT Nindya Karya (Persero).