Bisnis.com, JAKARTA — Emiten menara PT Bali Towerindo Sentra Tbk. menyiapkan belanja modal senilai Rp300 miliar hingga Rp500 miliar yang akan digunakan untuk membangun menara baru.
Direktur Utama Bali Towerindo Jap Owen Ronadhi mengatakan sebagian anggaran belanja modal itu akan diperoleh dari penerbitan obligasi.
“Belanja modal tahun ini hampir sama dengan tahun lalu, tapi bisa berubah tergantung permintaan pasar. Belanja modal tahun ini sebagian dibiayai oleh obligasi dan sisanya dari EBITDA kami,” katanya, Kamis (30/1).
Owen menambahkan sekitar 60 persen dari belanja modal akan digunakan untuk membangun menara baru termasuk jaringan fiber optik. Sisa 40 persen akan digunakan oleh perseroan untuk mengembangkan bisnis fiber to the home (FTTH).
Emiten berkode saham BALI itu berencana membangun atau meningkatkan kapasitas 300 menara sampai dengan 400 menara. Saat ini perseroan memiliki sekitar 3.600 menara. Adapun, yang sudah aktif sekitar 2.400 menara.
“Tidak semuanya pembangunan menara baru, bisa saja peningkatan dengan perangkat fiber. Sebab ada beberapa menara yang belum lengkap nanti akan kami lengkapi,” katanya.
Adapun, pada tahun lalu perseroan menambah menara baru sebanyak 300—400 unit.
Menurutnya, setiap menara baru membutuhkan modal minimal Rp300 juta untuk lokasi yang telah berkembang seperti Jakarta. Sementara itu, BALI memerlukan dana minimal Rp500 juta untuk membangun menara di area baru.
Dengan penambahan kapasitas, Owen berharap jumlah tenant akan bertambah menjadi 500 sampai dengan 700 dari posisi saat ini berjumlah 1.700 tenant.
PENGGALANGAN DANA
Adapun, perseroan bakal menerbitkan obligasi senilai Rp800 miliar dengan kupon bunga maksimal 10,3 persen.
Direktur Mandiri Sekuritas Andy Bratamihardja selaku penjamin emisi mengatakan BALI akan menerbitkan obligasi senilai Rp800 miliar yang terdiri atas 2 seri dengan tenor yang berbeda.
Untuk seri A dengan tenor 3 tahun, BALI menawarkan kupon bunga minimal 9,2 persen sampai dengan 9,8 persen. Seri B dengan tenor 5 tahun, kupon yang ditawarkan antara 9,7 persen –10,3 persen. “Dana itu, 80 persen akan digunakan untuk merestrukturisasi utang dan sisanya dipergunakan buat modal kerja,” katanya.
Masa penawaran umum obligasi akan dilaksanakan pada 24-25 Februari 2020, sedangkan pencatatan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dijadwalkan pada 2 Maret 2020.
Obligasi ini mendapatkan peringkat A dari Fitch Ratings Indonesia. BALI menggaet tiga sekuritas dalam penerbitan obligasi ini yaitu PT Mandiri Sekuritas, PT Trimegah Sekuritas dan PT Sinarmas Sekuritas.
Obligasi ini dijamin dengan aset berupa menara telekomunikasi milik BALI serta pembayaran tunai oleh PT Indonesia Infrastructure Finance sebagai penanggung obligasi sebesar 50 persen dari pokok obligasi yang diterbitkan apabila terjadi kelalaian oleh Perseroan.
BALI juga menyediakan penyisihan dana (sinking fund) untuk obligasi ini sebesar 1 periode pembayaran bunga.
Pada penutupan perdagangan Kamis (30/1), saham BALI terkoreksi 1,52 persen atau 15 poin ke Rp975. Sepanjang tahun berjalan, harga -10,55 persen.
Saat ini, price to earning ratio (PER) BALI sekitar 88,64 kali. Kapitalisasi pasar tercatat Rp3,84 triliun.