Bisnis.com, JAKARTA - Manajer investasi diproyeksi memborong instrumen surat berharga negara sepanjang kuartal I/2020 sebelum suku bunga acuan turun sehingga imbal hasil yang diterima lebih menarik.
Kepala Riset Investasi Infovesta, Wawan Hendrayana mengatakan aksi borong surat berharga negara (SBN) yang dilakukan manajer investasi bakal terlihat sepanjang tiga bulan pertama di 2020. Alasannya, pada bulan keempat di tahun ini suku bunga acuan bakal turun.
Dengan ekspektasi tersebut, kuartal I/2020 menjadi waktu terbaik bagi manajer investasi mengoleksi SBN. Melalui pembelian SBN, return yang dihasilkan pada produk reksa dana pendapatannya menjadi lebih optimal.
Laman worldgovernmentbond mencatat imbal hasil surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun memiliki imbal hasil 6,74%.
"Proyeksi suku bunga akan turun maka di kuartal I/2020 menjadi lebih menarik untuk membeli karena kalau menunggu hingga kuartal II/2020 atau kuartal III/2020, kemungkinan yield-nya sudah turun," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (29/1/2020).
Sebelumnya, Bank Indonesia telah mengumumkan suku bunga acuan masih bertahan di 5%. Sementara itu, Wawan memproyeksi masih ada ruang penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin hingga 50 basis poin.
Dia memproyeksikan return pasar obligasi di kisaran 6% hingga 7% dengan asumsi suku bunga acuan kembali turun menyentuh level 4,5% hingga 4,75%.
“Kalau mengharap return seperti di tahun ini, enggak bisa karena tahun depan risiko SUN relatif kecil yield-nya. Di tahun ini, rata-rata [return-nya] bisa double digit. Tahun depan return-nya 6% hingga 7%,” katanya.
Sebagai gambaran, menariknya pasar SBN telah terlihat sejak lelang perdana surat utang negara (SUN) dan sukuk negara. Pada lelang perdana yang digelar pada pekan pertama dan kedua Januari, penawaran masuk pada lelang SUN mencapai Rp94,98 triliun. Lalu, penawaran masuk pada lelang sukuk menyentuh Rp59,14 triliun.
Dari data Direktorar Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) per 28 Januari 2020, total SBN beredar Rp2.781,73 triliun dengan porsi terbesar 39,15% atau Rp1.089,18 dikuasai investor asing. Sementara itu, reksa dana menggenggam 4,68% atau Rp130,27 triliun.