Bisnis.com, JAKARTA - Pada perdagangan Kamis (8/1/2019), mayoritas mata uang di kawasan Asia kembali menemukan pihakan untuk menguat setelah terguncang kabar meluncurnya rudal Iran ke markas militer AS di Irak.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (9/1/2020) penguatan dipimpin oleh won yang berhasil melonjak sebesar 1,01%, setelah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk pada perdagangan sebelumnya.
Penguatan terbesar kedua diduduki oleh rupee yang menguat 0,39% dan dilanjutkan rupiah yang menguat 0,33%. Hanya dolar Singapura yang bergerak melemah melawan dolar AS pada perdagangan kali ini, yaitu melemah 0,037%.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama bergerak menguat 0,18% menjadi 97,473.
Pada perdagangan Kamis (9/1/2020), pemilik modal kembali menumpuk investasinya ke mata uang dengan yield yang tinggi seperti mata uang Indonesia dan India.
Rupiah berhasil menguat ke level tertingginya sejak Juni 2018 di level Rp13.854 per dolar AS, sehari setelah bank sentral mengatakan pihaknya melakukan intervensi untuk menghentikan penurunan nilai tukar.
Baca Juga
Ahli Strategi Makro DBS Bank Singapura Chang Wei Liang mengatakan bahwa meski tensi di Timur Tengah telah mereda, tidak benar-benar hilang dan mata uang berpotensi kembali melemah karena investor kehilangan minatnya untuk mengumpulkan aset berisiko.
“Pasar masih harus tetap berhati-hati terhadap pembalikkan sentimen risiko secara tiba-tiba dari AS dan Iran,” ujar Chang Wei Lian seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (9/1/2020).
Menanggapi serangan balasan dari Iran, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa AS tidak harus menanggapi secara militer terhadap serangan Iran terhadap pasukan AS di Irak. Donald Trump mengatakan akan membalas Iran dengan memberikan sanksi ekonomi tambahan.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif pun mengatakan bahwa serangan itu hanya sebatas aksi balas dendam atas meninggalnya salah satu jenderal terkuat Iran, Qassem Soleimani.
China merapat ke AS
Selain itu, mata uang Asia juga mendapatkan katalis positif untuk bergerak menguat dengan cukup baik pada beberapa perdagangan ke depan seiring dengan China dan AS yang segera menandatangani kesepakatan perdagangan tahap pertama.
Pemerintah China telah mengkonfirmasi untuk mengirim Wakil Perdana Menteri Liu He ke Washington pada 15 Januari untuk menandatangani kesepakatan perdagangan tahap pertama yang telah dinanti pasar sejak 2018.
Seperti yang diketahui, sengketa perdagangan AS dan China yang terjadi berlarut-larut sejak 2018 telah melukai pertumbuhan ekonomi global dan merusak minat investor untuk mengumpulkan aset berisiko.
Dengan penandatangan kesepakatan tersebut memberikan prospek yang lebih cerah bagi pertumbuhan ekonomi global dan menghilangkan ancaman resesi global yang banyak diproyeksi analis pada tahun lalu.