Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak melonjak menembus level US$65 per barel di New York setelah Iran menembakkan roket ke pangkalan udara AS-Irak.
Dalam laman beritanya, Garda Revolusi Islam (IRGC) menyatakan bahwa Iran telah menembakkan serangkaian roket ke pangkalan udara gabungan AS-Irak Ayn al-Asad di provinsi Anbar, Irak barat, pada Rabu pagi (8/1/2020) waktu Baghdad.
Perkembangan terbaru ini spontan menyulut kekhawatiran bahwa kematian Jenderal Iran Qasem Soleimani akibat serangan udara AS di Irak pada Jumat (3/1/2020) akan memicu konflik meluas di Timur Tengah yang dapat mengganggu pasokan minyak global.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) melonjak 4,4 persen ke level US$65,48 per barel di New York Mercantile Exchange dan naik tajam 3,9 persen ke level US$65,13 per barel pada perdagangan Rabu (8/1/2020) pukul 08.13 WIB waktu Singapura.
Dengan demikian, harga minyak mentah telah naik sekitar 6 persen sejak AS membunuh Soleimani dalam serangannya pekan lalu. Peristiwa ini memicu kemarahan pemerintah Iran yang berjanji akan membalaskan kematian Soleimani.
Meski pasokan minyak dari Timur Tengah masih terus mengalir untuk saat ini, risiko gangguan pasokan telah menghantui pasar minyak atas kemungkinan terjadinya serangan terhadap fasilitas-fasilitas energi.
Baca Juga
Kepada televisi Iran, IRGC mengatakan bahwa akan ada tindakan lebih lanjut yang dilancarkan sebagai respons atas serangan udara di Irak yang menewaskan Soleimani.
Sejalan dengan minyak, harga emas di pasar spot naik tajam 1,3 persen ke level US$1.594,52 per troy ounce. Sebagai aset investasi aman (safe haven), pamor emas kerap menanjak manakala terjadi keresahan geopolitik.
Sebaliknya, indeks futures AS S&P 500 turun sekitar 1 persen pada Rabu pagi, diikuti oleh pelemahan indeks saham di Jepang dan Australia.
“Pasar kemungkinan akan tetap gelisah,” ujar Mitul Kotecha, ahli strategi di TD Securities. “Kini akan tergantung pada reaksi AS dan apakah ada eskalasi lebih lanjut.”