Bisnis.com, JAKARTA – Sentimen positif yang terus mendorong rally aset berisiko memasuki tahun baru 2020 seketika tenggelam pada perdagangan hari ini, Jumat (3/1/2020).
Eskalasi ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran menyusul kabar tewasnya seorang jenderal Iran akibat serangan udara AS sontak membenamkan saham sekaligus mengangkat daya tarik aset safe haven termasuk emas, mata uang yen Jepang, dan obligasi.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Stoxx Europe 600 terkoreksi seiring dengan melemahnya hampir setiap sektor setelah sebuah serangan udara AS di Baghdad, Irak, menewaskan seorang jenderal Iran.
Mayoritas indeks saham di Asia pun berbalik melemah, sementara obligasi naik untuk hari kedua. Tak hanya aset safe haven, harga minyak mentah naik tajam di tengah kekhawatiran atas terjadinya konflik di Irak, wilayah penghasil minyak utama di dunia.
Jenderal Qasem Soleimani, komandan pasukan elit Quds Iran, dilaporkan tewas dalam serangan pasukan Amerika Serikat di Irak pada Jumat (3/1/2020) waktu setempat.
Pentagon mengonfirmasi bahwa Soleimani dibunuh atas arahan Presiden AS Donald Trump. Pernyataan tersebut keluar setelah muncul laporan adanya serangan di Bandara Internasional Baghdad yang disebut telah menewaskan sejumlah orang.
"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan tegas untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," demikian pernyataan Pentagon yang dikutip dari BBC.
"Serangan ini bertujuan untuk mencegah rencana serangan Iran di masa depan. Amerika Serikat akan terus mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi rakyat kami dan kepentingan kami di mana pun mereka berada di seluruh dunia," lanjut Pentagon.
Dalam sebuah pernyataan setelah kematian Soleimani, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan akan tibanya balas dendam untuk "penjahat" yang telah membunuhnya.
Kematiannya, meskipun pahit, akan menggandakan motivasi perlawanan terhadap Amerika Serikat dan Israel, kata pemimpin Iran itu.
“Investor khawatir bahwa situasi di Iran akan memburuk, karena mungkin akan ada pembalasan pascaserangan AS,” ujar Steven Leung, direktur eksekutif di UOB Kay Hian (Hong Kong) Ltd.
“Pelaku pasar akan berkeinginan mengurangi risiko menjelang akhir pekan. Pasar saham telah banyak mengalami rally dalam sebulan terakhir ini, jadi berita buruk apa pun menjadi alasan untuk mengambil untung,” tambahnya, dikutip dari Bloomberg.
Perkembangan ini pun mengakhiri sentimen bullish yang telah mendorong indeks S&P 500 AS ke rekor tertinggi pada perdagangan Kamis (2/1/2020).
Pasar saham pada umumnya telah memulai 2020 dengan kuat karena pelaku pasar kembali memulai perdagangan pascaliburan tahun baru dengan kabar tentang dukungan kebijakan dari bank sentral China untuk mendorong ekonominya.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump menyatakan akan menandatangani kesepakatan dagang fase pertama dengan China pada 15 Januari 2020, meskipun tanggal ini belum dikonfirmasi oleh Beijing.