Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas bergerak menuju pelemahan pekan terbesarnya dalam lebih dari dua tahun seiring dengan tergerusnya permintaan untuk aset safe haven di tengah perkembangan positif seputar pembicaraan perdagangan Amerika Serikat (AS) dan China.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot membukukan penurunan 3 persen sepanjang pekan ini, terbesar sejak Mei 2017.
Pada perdagangan Kamis (7/11/2019), harga emas kontrak Desember 2019 di bursa Comex berakhir di level US$1.466,40 per troy ounce dengan penurunan tajam 1,79 persen atau 26,70 poin setelah pemerintah AS dan China dikabarkan membuat progres selangkah lebih maju menuju kesepakatan perdagangan ‘fase satu’.
Menurut pejabat pemerintah AS dan China, masing-masing negara telah sepakat untuk mengurangi tarif terhadap barang-barang satu sama lain dalam kesepakatan perdagangan "fase satu" yang tengah diproses.
Kesepakatan itu memberikan tanda baru kemajuan meskipun sejumlah perbedaan yang telah berlangsung selama berbulan-bulan belum mencapai titik temu.
Kementerian Perdagangan China, tanpa menetapkan jadwal, menyatakan kedua negara telah sepakat untuk membatalkan tarif yang pernah diberlakukan secara bertahap sebagaimana dikutip Reuters.
Baca Juga
Sebagai aset yang kerap diburu kala ketidakpastian geopolitik meningkat, pergerakan harga emas pada tahun ini memperoleh dorongan dari gesekan yang dipicu konflik perdagangan, penurunan suku bunga oleh Federal Reserve, serta permintaan yang kuat dari investor dan bank-bank sentral.
Akan tetapi ketiga faktor itu kini terancam pudar ketika pemerintah AS dan China tampak semakin dekat untuk mencapai kesepakatan perdagangan awal.
Pada saat bersamaan, bank sentral AS The Fed baru-baru ini mengindikasikan jeda pelonggaran kebijakan setelah memangkas suku bunga acuannya sebanyak tiga kali tahun ini.
“Pembelian untuk safe haven mengering di tengah sentimen pasar untuk aset berisiko,” terang Australia & New Zealand Banking Group Ltd. dalam laporannya.
“Langkah menuju pengurangan tarif merupakan terobosan signifikan untuk negosiasi [AS-China],” tambahnya, seperti dilansir dari Bloomberg (Jumat, 8/11/2019).