Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah tergelincir dari penguatannya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan melemah pada perdagangan pagi ini, Rabu (6/11/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, pergerakan nilai tukar rupiah di pasar spot dibuka di level Rp13.990 per dolar AS dengan terdepresiasi 21 poin atau 0,15 persen dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Selasa (5/11/2019), rupiah mampu berakhir di level Rp13.969 per dolar AS dengan menguat 45 poin atau 0,32 persen, apresiasi hari perdagangan ketiga beruntun, meskipun indeks dolar AS menguat.
Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama, ditutup menanjak 0,49 persen atau 0,478 poin di level 97,983 pada Selasa (5/11), kenaikan hari perdagangan kedua berturut-turut.
Pergerakan indeks namun tergelincir ke zona merah dan turun tipis 0,06 persen atau 0,056 poin ke level 97,927 pagi ini, Rabu (6/11) pukul 08.03 WIB, setelah dibuka di posisi 97,946.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa penguatan rupiah pada perdagangan Selasa (5/11) ditopang pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 sebesar 5,02 persen secara year-on-year yang sesuai dengan ekspektasi para analis.
Baca Juga
Sementara itu, secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 3,06 persen sehingga secara kumulatif ekonomi Indonesia masih tumbuh 5,04 persen.
“Pelaku pasar mengapresiasi fakta bahwa perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh di atas 5 persen. Pasalnya, sebelum angka pertumbuhan ekonomi dirilis, ada kekhawatiran yang besar bahwa perekonomian Indonesia tak akan mampu tumbuh mencapai 5 persen,” ujar Ibrahim seperti dikutip dari keterangan resminya.
Sementara itu, Analis PT Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengatakan bahwa penguatan rupiah berhasil ditopang sentimen positif dari faktor eskternal.
Pemerintah AS dan China yang semakin dekat dengan penandatangan kesepakatan perdagangan tahap pertama berhasil meningkatkan minat mengumpulkan aset berisiko sehingga rupiah berhasil terapresiasi.
Penandatangan kesepakatan tahap pertama yang diharapkan dapat dilakukan pada akhir bulan ini telah dinanti lama oleh pasar karena sengketa perdagangan yang terjadi sejak tahun lalu telah memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi global.
"Kendati demikian, pergerakan rupiah harus mewaspadai aksi ambil untung yang cenderung dilakukan oleh pasar ketika harga telah menyentuh level tertinggi," imbuh Ahmad.