Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berjangka melemah pada Selasa (29/10/2019), setelah Rusia menganggap masih terlalu dini untuk membahas kesepakatan pemangkasan produksi lebih dalam.
Hal tersebut lantas membuat pasar ragu terhadap kemampuan OPEC dan aliansinya untuk menyeimbangkan pasar akibat buruknya prospek permintaan.
Berdasarkan data Bloomberg, hingga Selasa (29/10) pukul 14.11 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 0,5 persen atau 0,28 poin ke level US$55,53 per barel, sedangkan harga minyak mentah Brent turun 0,37 persen atau 0,23 poin ke level US$61,34 per barel.
Wakil Menteri Energi Rusia Pavel Sorokin mengatakan kendati mekanisme OPEC+ menunjukkan efisiensi, sebenarnya hal itu kurang efisien karena masih ada beberapa batasan pada seberapa banyak masing-masing negara dapat melakukannya.
“Hal yang penting juga untuk dipantau adalah bagaimana produksi minyak mentah AS berkembang pada harga saat ini,” paparnya seperti dilansir Bloomberg, Selasa (29/10).
Menurut data Administrasi Informasi Energi (Energy Information Administration/EIA), output minyak AS tetap berada di rekor tertinggi 12,6 juta barel per hari selama 3 pekan terakhir.
Baca Juga
Sementara itu, Genscape Inc. menyampaikan minyak yang disimpan di pusat penyimpanan utama Oklahoma diperluas pekan lalu, menghidupkan kembali kekhawatiran atas permintaan yang lesu dan persediaan yang cukup.
“Komentar Rusia memberi sinyal bahwa belum ada konsensus yang disepakati dalam koalisi OPEC + untuk melakukan pemotongan lebih dalam,” ujar Will Sungchil Yun, analis komoditas di HI Investment & Futures Corp di Seoul.
Sentimen tersebut, lanjutnya, dikombinasikan dengan ekspektasi pasar bahwa stok minyak mentah AS naik pekan lalu. Perkiraan tersebut akan menjaga minyak untuk menguat lebih tinggi.
Dalam sebuah catatan, Sanford C. Bernstein & Co. menyatakan OPEC perlu mengumumkan penurunan produksi tambahan 500.000 barel per hari pada pertemuan Desember 2019, untuk menjaga harga Brent jatuh ke bawah US$60 per barel.
Penyedia data Genscape menyebutkan persediaan minyak mentah di Cushing, Oklahoma naik 1,5 juta barel pekan lalu. Jika dikonfirmasi oleh angka resmi EIA yang akan dirilis Rabu (30/10) waktu setempat, hal itu akan menjadi kenaikan pekan keempat berturut-turut dari kenaikan di pusat penyimpanan AS.
Untuk diketahui, harga minyak mentah masih turun sekitar 16 persen sejak akhir April 2019, karena perang dagang AS–China membebani permintaan dan produksi AS terus meningkat.
Di sisi lain, saham-saham di bursa Asia menguat pada Selasa (29/10), karena optimisme Washington dan Beijing makin mendekati kesepakatan. Namun, tidak jelas kesepakatan seperti apa yang bakal dicapai.
Jika kesepakatan parsial tidak menurunkan tarif, maka bakal berdampak pada permintaan minyak.