Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlambatan Ekonomi Tekan Minat Konsumen China Beli Emas

Metals Focus Ltd memperkirakan konsumsi perhiasan oleh China pada tahun ini turun 4 persen menjadi hanya sekitar 660 ton.
Emas batangan di London, Inggris./Reuters
Emas batangan di London, Inggris./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA -- Pembeli dan investor China kehilangan minat terhadap emas pada tahun ini, seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya harga yang menghambat pengeluaran konsumen. Kendati demikian, minat tersebut diprediksi kembali pulih pada 2020.

Berdasarkan data perusahaan riset asal London, Metals Focus Ltd, konsumsi perhiasan oleh China pada tahun ini diperkirakan turun 4 persen menjadi hanya sekitar 660 ton. Sementara itu, penurunan lebih dari 20 persen terlihat untuk permintaan investasi menjadi hanya sekitar 240 ton.

Direktur Metals Focus Nikos Kavalis mengatakan sementara investor di seluruh dunia tengah menimbun emas, pembeli China mungkin tengah menghindari untuk membeli emas.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi, baik di China maupun global, dan kekhawatiran terkait perang dagang AS-China telah memukul sentimen konsumen untuk membeli emas karena harga yang bergerak terlampau tinggi.

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi di negara konsumen emas terbesar di dunia diperkirakan hanya tumbuh 6 persen dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya, yang sebesar 6,5 persen. Perkiraan tersebut pun menjadi perkiraan pertumbuhan paling lambat dalam catatan.

Tidak hanya itu, pertumbuhan ekonomi China sebesar 6,2 persen pada kuartal II/2019, telah menjadi pertumbuhan paling lambat sejak pemerintah mulai merilis data tersebut pada 1992. Perang dagang yang berkepanjangan dan melonjaknya harga pangan lokal telah menggerogoti pengeluaran konsumen untuk produk diskresioner.

“Kondisi ekonomi China menjadi kunci dan itu membuat konsumsi perhiasan di bawah tekanan," ujar Kavalis seperti dilansir dari Bloomberg, Senin (14/10/2019).

Dalam risetnya pada Agustus 2019, World Gold Council juga mencatat bahwa reli harga emas sejak Juni 2019 telah membuat permintaan perhiasan China terhenti. Gerai perhiasan dikabarkan sepi pengunjung menjelang akhir kuartal kedua.

Kendati demikian, Kavalis memperkirakan jumlah minat pembeli dan investor emas China akan kembali pulih pada tahun depan seiring dengan meredanya ketegangan perdagangan dengan AS, yang membawa harapan membaiknya pertumbuhan ekonomi global.

Apalagi, negosiasi dagang AS dan China  pada Jumat (11/10), telah menghasilkan kesepakatan yang positif, meski parsial. Perjanjian itu menjadi langkah terbesar kedua negara dalam sengketa perdagangan yang telah berlangsung sejak 15 bulan lalu.

Sepanjang tahun berjalan 2019, harga emas di pasar spot telah menguat cukup tajam yaitu sebesar 14, 05 persen dan berhasil bergerak di atas level US$1.500 per troy ounce untuk rentang perdagangan yang cukup lama.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (14/10) hingga pukul 16.40 WIB, harga emas di pasar spot menguat 0,3 persen menjadi US$1.493,51 per troy ounce. Sementara itu, harga emas berjangka untuk kontrak Desember 2019 di bursa Comex bergerak menguat 0,67 persen menjadi US$1.498,7 per troy ounce.

Selain itu, Direktur Pelaksana Prescious Metals Insight Ltd Philip Klapwijk menuturkan dengan melihat perkembangan pasar perhiasan emas saat ini, pertumbuhan emas sebagai perhiasan dalam jangka panjang hanya akan tumbuh moderat.

“Saat ini, bukan jenis pertumbuhan besar yang dapat Anda lihat di masa lalu, ketika semua orang berbondong-bondong membuka toko emas karena permintaan yang kuat,” ujarnya.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Asosiasi Emas China Zhang Yongtao memprediksi impor emas China akan turun tajam pada tahun ini, seiring dengan banyaknya investor menjual emas yang telah dikumpulkan pada 2012-2013 karena harga yang cukup tinggi pada tahun ini.

Berdasarkan data Pemerintah China, impor emas China dalam bentuk yang tidak ditempa turun 42 persen menjadi sekitar 561 ton dalam periode Februari-Agustus 2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

“Ini telah meningkatkan pasokan domestik dan mengurangi kebutuhan impor,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper