Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah pusat mengeluarkan ketentuan baru mengenai investasi pemerintah.
Hal ini tertuang dalam PP No. 63/2019 yang mencabut PP yang lama yakni PP No. 1/2008 beserta perubahannya yakni PP No. 49/2011.
Dalam bagian penjelasan pemerintah atas PP No. 63/2019, disebutkan bahwa pemerintah ke depan bakal berfokus pada investasi dalam bentuk surat berharga.
Selama ini, pemerintah mengakui bahwa investasi pemerintah selama ini cenderung berfokus pada investasi yang berupa penyertaan modal dan pemberian pinjaman.
Adapun yang dimaksud dengan surat berharga di sini terdiri dari saham, surat utang, dan surat berharga lain yang telah memiliki izin seperti reksa dana.
Dalam pelaksanaannya, investasi pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang dilaksanakan oleh Operator Investasi Pemerintah (OIP) dengan mempertimbangkan tujuan investasi, tingkat risiko dan imbal hasil, serta alokasi aset/kebijakan portofolio investasi.
Untuk diketahui, OIP adalah pelaksana fungsi operasional investasi pemerintah yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Menteri Keuangan perlu menetapkan Badan Layanan Umum (BLU) Pengelola Dana sebagai OIP. Meski demikian, Menteri Keuangan juga dapat menetapkan BLU lain, BUMN, dan badan hukum lain sebagai OIP.
Dalam pengambilan keputusan investasi, OIP perlu melakukan analisis terhadap risiko dan dokumentasi pengambilan keputusan harus dituangkan secara memadai.
OIP juga dapat melakukan alih daya pengelolaan investasi kepada manajer investasi.
Manajer investasi yang boleh bekerja sama dengan OIP harus memiliki izin usaha sebagai perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai manajer investasi dari OJK.
Manajer investasi juga harus tidak pernak dikenaik sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha ataupun pembekuan dari OJK.
Selain itu, manajer investasi juga harus memiliki pengalaman mengelola dana sebesar Rp5 triliun saat ditunjuk sebagai pengelola investasi dan harus memiliki wakil manajer investasi yang tidak pernah dikenai sanksi administratif OJK selama 5 tahun terakhir.
Dalam ketentuan yang lama yakni PP No. 1/2008, hal ini tidak diatur. Dalam pasal 15 dari PP tersebut, hanya disebutkan bahwa investasi dapat dilakukan dengan cara membeli saham yang diterbitkan oleh perusahaan.
Dalam pasal yang sama, pembeliaan surat utang juga dibatasi pada surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan, pemerintah, dan negara lain. Surat utang yang dibeli juga harus menawarkan opsi pembelian surat utang kembali. Penerbit surat utang harus berkomitmen untuk membeli kembali surat utang apabila pemerintah menjual surat utang yang dimaksud sebelum jatuh tempo.
Dalam peraturan yang baru, ditambahkan klausul bahwa saham yang dapat dibeli bisa berupa saham yang tercatat ataupun yang tidak tercatat di bursa efek.
Untuk surat utang, investasi saat ini bisa berupa surat utang atau sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, korporasi dan/atau badan hukum lainnya, pemerintah negara lain, serta korporasi dan/atau badan hukum asing.