Bisnis.com, JAKARTA — Akselerasi beleid pelarangan ekspor komoditas nikel dan harga jual yang sedang bergairah membuat emiten kapal tidak ingin melewatkan peluang bisnis pengangkutan komoditas tersebut.
Keputusan pemerintah untuk mempercepat kebijakan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah dari 2022 menjadi awal 2020 diproyeksikan dapat meningkatkan permintaan komoditas tersebut dalam beberapa waktu mendatang.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengumumkan secara resmi, bahwa keran ekspor bijih nikel kadar rendah akan berhenti pada 31 Desember 2019. Langkah itu ditempuh untuk menjamin kebutuhan fasilitas pemurnian di dalam negeri.
Direktur Utama Pelita Samudera Shipping Iriawan Ibarat mengatakan bahwa dengan adanya larangan ekspor nikel pada 2020 membuat aktivitas ekspor nikel meningkat pada empat bulan terakhir tahun ini.
Dia mengungkapkan bahwa perseroan telah mengamankan kontrak jangka untuk pengapalan bijih nikel, serta batu bara untuk masa kerja selama 5 tahun. Adapun kontrak tersebut bernilai US$39,4 juta.
Iriawan mengatakan bahwa kontrak tersebut untuk melayani jasa pengiriman untuk PT Virtue Dragon Nickel Industry. Dia mengklaim bahwa perusahaan tersebut merupakan yang terbesar kedua dalam industri nikel di Tanah Air.
Diversifikasi tersebut menjadi salah satu fokus inisiatif strategi perseroan tahun ini guna mencapai target pertumbuhan pendapatan 25% dibandingkan dengan tahun lalu.
“Komposisi kontribusi diproyeksikan untuk 2020 akan 12% terhadap pendapatan. Saat ini karena belum setahun, kontraknya baru berjalan sekitar tujuh bulan, jadi tahun ini kontribusinya 7 per 12%,” ujarnya di Jakarta, Senin (16/9/2019).
TAMBAH KAPAL
Untuk merealisasikan kontrak tersebut, emiten berkode saham PSSI itu menambah dua unit kapal baru pada awal tahun 2019 dengan nilai investasi yang digelontorkan senilai US$21 juta untuk pembeli dua unit kapal berjenis mother vessel.
Hingga Juli 2019, jumlah armada kapal yang dimiliki PSSI sebanyak 84 kapal. Utilisasi kapal tug and barge 90%—95% dan utilisasi floating loading facility sekitar 80%.
“Kami cukup konsisten dan cenderung lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu,” ujarnya.
Senada, PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. turut mencermati peluang bisnis pengangkutan di luar fokus utama bisnis perseroan saat ini yakni pengangkutan batu bara.
Wakil Direktur Utama Mitrabahtera Segara Sejati Lucas Djunaidi mengungkapkan bahwa pengangkutan komoditas bijih nikel menjadi salah satu prospek bisnis yang sedang dicermati
“Semua prospek bisnis diversifikasi di luar batu bara kami pelajari, termasuk risiko investasi dan kontrak jangka panjang yang ada,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (16/9).
Lucas mengungkapkan bahwa hingga saat ini, perseroan belum pernah melayani pengangkutan biji nikel. Kendati demikian, emiten berkode saham MBSS tersebut memiliki kontrak pengangkutan batu bara dengan perusahaan tambang nikel.
Adapun, perseroan menjalin kontrak hingga 2020 dengan PT Galley Adhika Arnawarna dengan backlog US$1,1 juta terhitung pada semester I/2019.
“Kami masih mengangkut batu bara buat mereka, kalau ada peluang tetap kami akan jajaki,” pungkasnya.
USAHA PATUNGAN
Sementara itu, untuk menangkap peluang dari bisnis pengangkutan bijih nikel, PT Transcoal Pasific Tbk. akan membentuk usaha patungan atau joint venture dengan mitra luar negeri.
Direktur Utama Transcoal Pacific Dirc Richard Talumewo mengatakan pembentukan joint venture (JV) itu sudah dalam tahap final. Menurutnya, proses pembentukan akan selesai dalam waktu dekat.
Dia mengatakan akan bermitra dengan perusahaan asing yang juga telah berkolaborasi dengan perseroan swasta nasional. Dalam JV itu, lanjut dia, TCPI bertindak sebagai penyedia jasa pengangkutan. Perseroan akan bertanggung jawab untuk logistik komoditas batu bara dan nikel.
Richard menjelaskan bahwa dalam usaha patungan itu perseroan akan mengempit kepemilikan mayoritas. Porsi emiten bersandi TCPI itu diperkirakan sebesar 55%.
Kendati demikian, dia belum membeberkan secara detail berapa investasi yang akan dikeluarkan untuk usaha patungan tersebut. Namun, pihaknya menyebut memerlukan penambahan aset sebagai pendukung bisnis di dalam JV.
“Kebutuhannya minimal tambahan dua mother vessel,” imbuhnya.
Richard mengatakan terbentuknya usaha patungan akan menambah tebal volume pengangkutan perseroan. Dengan demikian, perseroan berpeluang melampaui volume pengangkutan yang dibidik pada 2019.
Seperti diketahui, TCPI mengincar volume pengangkutan 51 juta ton pada 2019. Nilai itu naik 25% dari realisasi sekitar 41,53 juta ton pada 2018.
DIVERSIFIKASI USAHA
Di sisi lain, PT Buana Lintas Lautan Tbk. masih fokus melakukan diversifikasi usahanya untuk pengangkutan batu bara. Perseroan belum memiliki minat untuk melakukan pengangkutan biji nikel.
Perseroan menilai pengangkutan batu bara masih lebih menarik. Menurutnya pengangkutan batu bara memiliki volume pengangkutan yang lebih besar dibandingkan dengan komoditas lain.
“Saat ini kami berfokus ke angkutan migas dan menjajaki pengangkutan batu bara, semoga sebelum akhir tahun [terealisasi]” ujarnya kepada Bisnis.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji menilai adanya akselerasi pelarangan ekspor nikel tersebut dapat menjadi peluang untuk emiten kapal pengangkutan komoditas.
Menurutnya, kebijakan tersebut dapat mengakomodir bisnis kapal pengangkutan dalam negeri. Selain itu, larang ekspor itu dapat meningkatan permintaan kapal angkut karena tingginya permintaan nikel.
“Ini menjadi katalis positif untuk emiten kapal, jadi otomatis demand untuk distribusi melalui kapal pasti juga meningkat,” ujarnya.