Bisnis.com, JAKARTA - PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk. masih getol membidik tender proyek untuk mempertebal raihan kontrak baru. Di sisi lain, sahamnya naik tipis 1,67% secara year-to-date. Bagaimana prospek anak usaha PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. itu?
Berdasarkan data Bloomberg, saham emiten bersandi WEGE itu menguat 1,67% sepanjang tahun berjalan dan parkir di level Rp340 per saham pada akhir perdagangan Senin (9/9/2019).
Sejak listing pada 30 November 2017, saham WEGE sempat menyentuh level harga tertinggi Rp426 pada 18 April 2019 dan level harga terendah Rp194 pada 4 Juli 2018. Dari harga IPO Rp290 per saham, WEGE mengemas return 17,24%.
Nur Al Fata, Direktur Human Capital dan Pengembangan Investasi Wijaya Karya Bangunan Gedung, mengungkapkan bahwa saat ini proyek emiten berkode saham WEGE itu menyasar proyek dari segmen pemerintah, BUMN dan anak perusahaannya, serta swasta.
Dia menambahkan bahwa skema bisnisnya baik berupa pekerjaan konstruksi gedung, juga menyasar pola konsesi sebagai bagian perusahaan untuk mendapatkan pendapatan berulang (recurring income).
Perseroan mengerjakan tipe bangunan berupa perkantoran, residensial, hotel, rumah sakit, vila, bangunan universitas, bangunan komersial dan sebagainya.
Baca Juga
"Total [target kontrak] sekitar Rp7 triliun, sampai Desember 2019. Mudah-mudahan tidak ada mundur proses pengumumannya," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (8/9/2019).
Berdasarkan catatan Bisnis, WEGE telah melaporkan realisasi kontrak baru Rp4,9 triliun pada Januari 2019 hingga pekan ketiga Agustus 2019. Jumlah itu setara dengan 40,9% dari target Rp11,98 triliun pada 2019.
Karen Li, analis J. P. Morgan Securities, dalam risetnya berpendapat bahwa WEGE sedang mengembangkan skema konsesi bangunan guna mencari pasar baru dan sumber pembiayaan untuk mendorong pertumbuhan di masa mendatang.
“WEGE saat ini memiliki dua proyek di bawah skema konsesi ini dan manajemen yakin mereka dapat membawanya ke ibu kota baru Indonesia juga,” tulisnya dalam riset yang dipublikasikan Bloomberg.
Bersama dengan pemerintah, WEGE sedang mengembangkan skema konsesi untuk diterapkan pada gedung perkantoran dan fasilitas publik lainnya. Aset ini juga dapat disekuritisasi setelah menghasilkan pendapatan tetap, yang dapat mengundang partisipasi investor ritel dan bahkan asing.
Secara historis, imbuh Li, WEGE memiliki tingkat return on equity (ROE) yang paling tinggi dibandingkan dengan WIKA dan PT Wijaya Karya Beton Tbk. (WTON). Dalam 3 tahun terakhir, ROE Wika Gedung tercatat sebesar 26%.
Selain itu, WEGE disebut memiliki margin laba setelah pajak (profit after tax/PAT) yang paling tinggi, leverage yang rendah, dan turnover aset yang paling tinggi dalam periode 3 tahun terakhir.
Di sisi lain, margin kotor WEGE yang tercatat 11% lebih rendah dibandingkan dengan WIKA dan WTON.
Dalam riset terpisah, analis Sinarmas Sekuritas Anthony Angkawijaya menyebutkan bahwa WEGE akan meraih kontrak yang lebih tebal pada kuartal III/2019 setelah raihan kontrak yang masih lemah. Hingga semester I/2019, WEGE meraih kontrak baru Rp1,7 triliun atau 14,8% dari target perseroan.
Dia menilai pelemah raihan kontrak tersebut disebabkan oleh gelaran Pemilu yang membuat para pelaku bisnis dan pemilik proyek menunda sejumlah tender dan konstruksi proyek.
“Kami masih optimistis pada estimasi kontrak baru dari kami sebesar Rp10,2 triliun dapat tercapai karena dari manajemen telah mengindikasikan adanya kontrak baru dalam pipeline mereka yang cukup besar untuk pada kuartal III/2019,” sebutnya.
Pada 2019, WEGE diproyeksi dapat mengantongi kontrak baru Rp10,2 triliun sehingga kontrak diperolehnya mencapai Rp20,99 triliun. Sementara itu, pada 2020, kontrak baru diestimasi tumbuh tipis menjadi Rp10,69 triliun dan orderbook Rp24,13 triliun.
Di sisi kinerja, pendapatan WEGE diestimasi naik 18,6% menjadi Rp6,9 triliun dan labanya tumbuh 13,2% menjadi Rp503 miliar pada 2019.
Sebagai pilihan utama Sinarmas Sekuritas pada sektor konstruksi, saham WEGE masih direkomendasikan beli dengan sejumlah katalis positif yang telah disebutkan tersebut.
“Kami mempertahankan rekomendasi beli kami dengan target harga yang dinaikkan dari Rp480, menyiratkan proyeksi price earning 9,2 kali pada 2019,” jelasnya.
Namun, pihaknya memberikan catatan risiko untuk kinerja WEGE yakni pencapaian kontrak baru yang lebih rendah dari yang diharapkan, penurunan piutang jika terjadi penghentian proyek, tingkat permintaan properti yang lambat.