Bisnis.com, JAKARTA - Impor tembaga tidak ditempa (unwrought copper) China untuk periode Agustus jatuh setelah berhasil naik pada bulan sebelumnya sehingga meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap tekanan permintaan logam global.
Berdasarkan data Kepabeanan China, impor tembaga tidak ditempa, termasuk anoda, tembaga olahan, dan tembaga setengah jadi, pada Agustus turun 3,8% menjadi 404.000 ton dari impor Juli sebesar 420.000 ton. Secara year on year, impor juga turun sebesar 3,8%.
Impor konsentrat tembaga China, atau bijih tembaga yang diproses, juga mencatatkan penurunan 12,5% yaitu sebesar 1,815 juta ton pada Agustus, turun dari rekor tertinggi bulan sebelumnya sebesar 2,07 juta ton. Namun, secara year on year tetap naik 9,3%.
Pelemahan impor tersebut dipicu aktivitas pabrik di China, produsen dan konsumen utama logam di dunia, yang melanjutkan kontraksinya selama empat bulan berturut-turut pada Agustus, memberikan sinyal bearish untuk sektor manufaktur yang merupakan sumber utama permintaan tembaga.
Seperti yang diketahui, melambatnya aktivitas pabrik China didorong oleh berlarut-larutnya sengketa perdagangan antara AS dan China yang telah terjadi sejak tahun lalu. Kini, AS dan China berencana untuk kembali melanjutkan negosiasi dagang pada Oktober di Washington.
Di sisi lain, penurunan tetap terjadi meskipun pada Agustus harga tembaga di China berhasil bergerak cukup tinggi bagi para pedagang untuk mendapatkan untung dengan membeli tembaga di London Metal Exchange, patokan harga global, untuk kemudian dijual kembali di Shanghai Futures Exchange China, sehingga dapat mendorong pemesanan impor tembaga fisik ke China.
Baca Juga
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (9/9/2019) hingga pukul 10.30 WIB, harga tembaga berjangka untuk kontrak November 2019 di bursa Shanghai Futures Exchange bergerak melemah 0,4% menjadi 47.350 yuan per ton.
Adapun, pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (6/9), harga tembaga di bursa LME berada di level US$5.833 per ton, melemah 0,21%.
Sementara itu, Ahli Strategi Komoditas ANZ Daniel Hynes dalam risetnya mengatakan bahwa meskipun data ekonomi sedikit melemah, terdapat harapan sektor yang dapat mendukung harga tembaga telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
"Telah ada perubahan umum dan berkelanjutan dalam jenis tembaga yang telah diimpor China, karena negara tersebut telah memperluas kapasitas peleburan yang dapat memproses konsentratnya,” ujar Danieal seperti dikutip Reuters, Senin (9/9/2019).
Di sisi lain, ekspor aluminium China periode Agustus turun 4,3% dari bulan sebelumnya meskipun yuan lebih lemah dan pemberhentian produksi yang tak terduga di dua pabrik peleburan utama sehingga mengindikasikan terdapat lebih sedikit logam yang tersedia untuk pengiriman luar negeri.
China, produsen aluminium top dunia, pada Agustus mengekspor 466.000 ton aluminium tidak ditempa, termasuk logam primer, paduan, dan produk setengah jadi. Adapun, jumlah tersebut merupakan ekspor yang terendah sejak Februari dan juga turun 9,9% dari Agustus 2018.
Pada perdagangan Senin (9/9/2019) hinggga pukul 10.30 WIB, harga aluminium berjangka untuk kontrak Oktober 2019 bursa SHFE bergerak melemah 0,42% menjadi 14.300 yuan per ton, sedangkan pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (6/9), harga aluminium di bursa LME berada di level US$1.791 per ton, menguat 0,39%.