Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Tembaga Global Semester 1/2019 Turun 0,2 Persen

Faktor yang menyebabkan penurunan produksi tambang, antara lain penuaan wilayah tambang, degradasi sumber daya, dan gangguan operasional yang disebabkan oleh hujan lebat, tanah longsor, dan pemogokan massal pekerja.
Tembaga/Reuters
Tembaga/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Total produksi tembaga dari 20 penambang utama dunia sepanjang paruh pertama tahun ini tercatat turun 0,2 persen menjadi 6,62 juta metrik ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan data Shanghai Metals Market, sepanjang paruh pertama tahun ini urutan 6 penambang tembaga teratas tetap tidak berubah dari daftar tahun lalu.

BHP masih menduduki peringkat pertama perusahaan tambang tembaga terbesar di dunia, diikuti oleh Freeport McMoran dan Codelco. Kendati demikian, ketiga penambang tersebut mengalami penurunan produksi tembaga untuk periode semester 1/2019 yang masing-masing turun 5,6 persen, 13 persen, dan 12,2 persen.

Adapun, faktor yang menyebabkan penurunan produksi tambang, antara lain penuaan wilayah tambang, degradasi sumber daya, dan gangguan operasional yang disebabkan oleh hujan lebat, tanah longsor, dan pemogokan massal pekerja.

Seperti di Tambang Las Bambas milik MMG Ltd di Peru, memperlihatkan output tembaga mereka menyusut 17 persen per kuartal dan 15 persen year on year pada kuartal kedua tahun ini, karena blokade oleh masyarakat adat yang melumpuhkan jalur transportasi selama lebih dari dua bulan dan mengganggu operasional tambang.

Para pekerja di tambang Chuquicamata yang luas milik Codelco pun meninggalkan pekerjaan mereka selama sekitar dua minggu pada Juni sebagai bentuk unjuk rasa meminta kenaikan upah sehingga mengganggu operasional tambang.

Namun, output tembaga secara keseluruhan tambang Chuquicamata pada paruh pertama tahun ini tidak turun karena dimulainya penambangan melalui bawah tanah pada awal tahun ini.

Sementara itu, Zijin Mining yang menghasilkan 171.000 metrik ton tembaga pada periode Januari-Juni 2019, berhasil mencatatkan kenaikan output sebanyak 43,7 persen dari tahun lalu, menandai kenaikan persentase produksi terbesar di antara 20 perusahaan tambang lainnya.

Selain itu, penurunan produksi dari 20 perusahaan tambang utama yang menyumbangkankan lebih dari 60 persen total pasokan global pada 2018 tersebut mengonfirmasi kekhawatiran pasar terkait dengan pengetatan pasokan bijih tembaga.

Adapun, tingkat rata-rata bijih tembaga yang diproduksi oleh tambang tembaga terbesar di dunia, Escondida di Chili milik BHP, turun dari 0,99 persen menjadi 0,87 persen pada semester 1/2019, menurunkan output tembaga perusahaan tersebut sebesar 11,3 persen year on year.

Tambang tembaga terbesar kedua di dunia, Grasberg di Indonesia milik Freeport-McMoRan, juga berada dalam transisi operasional dari penambangan terbuka ke bawah tanah, sehingga output tembaganya menurun 64 persen year on year pada kuartal kedua tahun ini dan 35,6 persen pada paruh pertama tahun ini, memperketat pasokan bijih tembaga global.

Di sisi lain, Southern Copper, Antofagasta, dan KGHM yang merupakan pemasok bijih tembaga terbesar kelima, keenam, dan ketujuh pada paruh pertama tahun ini, mencatatkan output tembaganya yang naik 14,1 persen, 22,1 persen, dan 18,9 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Kemudian, proyek tambang tembaga Quantum pertama di Panama dan proyek Katanga Glencore di DC Kongo pun diharapkan untuk melihat peningkatan produksi substansial pada paruh kedua tahun ini.

Kendati demikian, hal tersebut tidak mungkin dapat mengimbangi penurunan di dua tambang tembaga terbesar di dunia, Escondida dan Grasberg, sehingga pasokan bijih tembaga global diperkirakan akan tetap ketat di sisa tahun ini.

Di sisi lain, sentimen ketatnya pasokan bijih tembaga tampak kurang kuat untuk membawa tembaga berada di jalur bullish. Sepanjang tahun berjalan, temba di bursa LME bergerak melemah -2,7 persen.

Bahkan, pada perdagangan Jumat (6/9) tembaga gagal merespon positif sentimen China yang meningkatkan pinjaman bank karena sengketa perdagangan antara konsumen logam terbesar tersebut dan Amerika Serikat masih membebani pasar.

Berdasarkan data Bloomberg, harga tembaga di bursa LME pada penutupan perdagangan pekan lalu terkontraksi 0,21 persen menjadi US$5.833 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper