Bisnis.com, JAKARTA - Menyusul harga nikel yang melonjak tinggi, kini harga timah berjangka di bursa Shanghai Futures Exchange (SHFE) dan London Metal Exchange (LME) berhasil menguat tajam setelah produsen timah asal China, termasuk Yunnan Tin, berencana untuk memangkas produksinya tahun ini sehingga memberikan tekanan pada pasokan global.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (5/9/2019), harga timah kontrak Januari 2020 di SHFE naik 4,8% menjadi 145.090 yuan per ton, tertinggi sejak 19 Juni, saat Yunan mengumumkan rencana pemangkasan. Kemudian, pada penutupan perdagangan harga timah menguat 2,59% menjadi 142.000 yuan per ton.
Sementara itu, harga timah kontrak 3 bulan di LME naik sebanyak 3,1% menjadi US$17.740 per ton, tertinggi sejak 26 Juli, saat pengumuman tersebut sebelum akhirnya bergerak di kisaran US$17.640 per ton, menguat 2,6%.
Mengutip Bloomberg, pabrik peleburan timah di China, negara produsen timah terbesar di dunia, sepakat untuk memangkas produksi sekitar 12% dari total tahun ini sebagai upaya menghadapi penurunan harga sepanjang tahun berjalan ini yang telah mengikis keuntungan perusahaan.
Sebanyak 14 perusahaan akan memangkas produksi timah sebesar 20.200 ton tahun ini, termasuk produsen utama timah dunia, Yunnan Tin.
Adapun, pada beberapa bulan lalu produsen logam di China telah bersatu untuk mengelola pasokannya seiring dengan penurunan harga pada tahun ini dan melihat pengurangan terkoordinasi sebagai fitur paling ampuh untuk memulihkan harga.
Baca Juga
"Sebagian besar produsen timah dalam negeri mengalami kesulitan karena seluruh industri menghadapi kerugian karena harga timah yang tinggi," tulis 14 Perusahaan Pabrik Peleburan Timah dalam keterangan resminya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (5/9/2019).
Pabrik peleburan juga setuju untuk mengadopsi langkah-langkah lain, termasuk membatasi kapasitas baru dan menghilangkan pabrik yang sudah ketinggalan zaman.
Yunnan Tin mengatakan dalam keterangan resmi terpisah bahwa pemangkasan produksi dari perusahaan tersebut hanya akan sekitar 10% yang berasal dari target 2019. Menurut sumber Reuters yang tidak ingin disebutkan namanya, Yunnan Tin akan memangkas sekitar 7.000 ton produksi tahunannya.
Menurut Asosiasi Timah Internasional, Yunnan Tin yang berbasis di Kunming telah menghasilkan 77.789 ton timah pada 2018 sehingga menjadikannya produsen utama di dunia dengan total produksi lebih dari dua kali lipat produksi PT Timah Indonesia yang menjadi produsen kedua terbesar di dunia.
Yunnan Chengfeng yang berada di peringkat keempat produsen timah terbesar menghasilkan 22.900 ton timah, sedangkan China Jiangxi Nanshan Tin dan Guangxi China Tin juga berada di 10 besar produsen timah terbesar.
Secara keseluruhan, China telah memproduksi sekitar 165.000 ton timah pada tahun lalu. Oleh karena itu, pemangkasan produksi ini menjadi katalis positif bagi harga timah karena mendorong kekhawatiran pasar terhadap berkurangnya jumlah pasokan global.
Dalam beberapa perdagangan terakhir, harga timah dibebani prospek bearish oleh mayoritas analis karena proyeksi permintaan yang melemah akibat perang dagang AS dan China yang berlarut-larut.
Sepanjang tahun berjalan 2019, harga timah LME telah bergerak melemah 11,68% yang kini telah bergerak di bawah harga nikel.
Berdasarkan data Bea Cukai China, impor bijih timah China yang diolah menjadi logam timah pada paruh pertama 2019 telah menurun sebanyak 28% dari tahun sebelumnya. Hal tersebut didorong oleh penurunan tajam pengiriman dari Myanmar.