Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Sawit Bakal Terkatrol, Jika Hal ini Terealisasi di Indonesia dan China

Harga minyak kelapa sawit terlihat rata-rata berada pada level 2.200 ringgit per ton pada kuartal ketiga 2019, dari 2.073 ringgit per ton.

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit terlihat rata-rata berada pada level 2.200 ringgit per ton pada kuartal ketiga 2019, dari 2.073 ringgit per ton.

Analis biji-bijian dan minyak nabat dari Rabobank Oscar Tjakra mengatakan, pada Rabu (4/9/2019) seperti dilansir dari Bloomberg. Menurutnya, harga sawit diperkirakan berada pada level rata-rata 2.200 ringgit per ton pada kuartal keempat, kemudian naik menjadi 2.300 ringgit per ton pada kuartal pertama tahun depan.

Hal itu dengan asumsi Indonesia meningkatkan mandat biodieselnya menjadi B30 pada Januari tahun depan. Pada saat yang sama, jika terjadi peningkatan permintaan dari China sehubungan dengan demam babi Afrika yang menghasilkan lebih sedikit ketersediaan kedelai.

Mandat B30 Indonesia diperkirakan akan membantu mengurangi stok minyak sawit di pasar. Sebab produsen sawit terkemuka tersebut memiliki dana yang cukup untuk memberi insentif pada pencampuran B30 tahun depan.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia telah mengumpulkan Rp14,48 triliun sepanjang Januari hingga November 2018. Dari jumlah tersebut, hanya Rp7,47 triliun yang digunakan untuk insentif produksi biodiesel.

Namun, ekspor biodiesel Indonesia ke Eropa akan dibatasi oleh pajak sementara Uni Eropa.

Sementara itu, persediaan sawit China minus 9,4% secara bulanan pada akhir Agustus lalu. China juga telah membeli lebih banyak minyak sawit karena persediaan yang rendah, akibat permintaan festival.

Importir lainnya, impor minyak kelapa sawit India mungkin berkurang pada kuartal keempat tahun ini, karena bakal memanfaatkan produksi tanaman kedelai domestik.

Produksi minyak sawit Indonesia diperkirakan mencapai 46,6 juta ton pada 2020, sedangkan produksi Malaysia sebesar 21 juta ton

Sejumlah produsen sawit menggunakan lebih sedikit pupuk dan itu akan berdampak pada produksi awal 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper