Bisnis.com, JAKARTA – Sebagian besar mata uang emerging markets di Asia menguat pada perdagangan Senin (19/8/2019), dipimpin oleh baht Thailand dan rupiah, karena investor menimbang komentar Presiden AS Donald Trump pada pembicaraan perdagangan dengan China.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah memimpin penguatan mata uang di Asia dengan terapresiasi 36 poin ke level Rp14.205 per dolar AS pada pukul 10.45 WIB, disusul baht Thailand yang menguat 0,22 persen.
Sementara itu, peso Filipina terpantau menguat 0,18 persen sedangkan rupee India menguat 0,07 persen.
Sementara itu, indeks dolar Amerika Serikat (AS) yang melacak pergerakan mata uang dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia, terpantau menguat 0,051 poin atau 0,05 persen ke level 98,193 pada pukul 10.21 WIB.
Indeks dolar AS sebelumnya dibuka menguat 0,028 poin atau 0,03 persen ke level 98,170, setelah pada akhir perdagangan Jumat pekan lalu ditutup melemah hanya 0,002 poin di posisi 98,142.
Dilansir dari Bloomberg, Trump mengatakan akun Twitter-nya bahwa AS bekerja dan sedang melakukan pembicaraan dengan sangat baik dengan China
Namun, ia menyiratkan bahwa belum akan untuk menandatangani kesepakatan perdagangan, beberapa jam setelah penasihat ekonomi utamanya menyusun jadwal dimulainya kembali diskusi substantif dengan China.
Ketika berbicara kepada wartawan pada hari Minggu (18/8/2019), Trump bersumpah bahwa AS siap untuk pertumbuhan besar setelah berbagai kesepakatan perdagangan tercapai. Tetapi Trump mengatakan China lebih membutuhkan perjanjian perdagangan daripada AS mengingat kondisi ekonomi yang relatif lemah.
Sementara itu, Direktur ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan pada Minggu bahwa ada hasil yang positif dari pembicaraan lewat telepon antara AS dan China, yang berpotensi membuka pintu untuk kemajuan menuju kesepakatan lebih lanjut.
“Akan ada lebih banyak telekonferensi dengan juru runding China melalui telepon dalam 10 hari ke depan,”ungkap Kudlow mengatakan pada acara "Fox News Sunday."
"Jika pertemuan para wakil itu berjalan seperti yang kita harapkan, dan kita dapat memiliki pembaruan negosiasi yang substantif, maka kita berencana untuk meminta China datang ke AS untuk melanjutkan negosiasi dan pembicaraan," tambah Kudlow, seperti dikutip Bloomberg.
Terlepas dari penguatan, analis dari BBH menilai mata uang emerging market mungkin akan tetap di bawah tekanan karena kesepakatan perdagangan AS-China masih jauh dari tercapai.
“Masih jauh meskipun ada tanda positif dalam hubungan bilateral dan dengan demikian, pertumbuhan dan perdagangan global dapat terus menghadapi risiko penurunan,” ungkap mereka.