Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah di Amerika Serikat (AS) berhasil bangkit dari pelemahannya dalam sesi after-trading market setelah Arab Saudi dikabarkan berupaya mengambil langkah untuk menghentikan penurunan harga.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak September 2019 melonjak US$1,23 atau 2,4 persen ke level US$52,32 per barel dalam sesi perdagangan after-market di New York Mercantile Exchange.
Padahal, pada akhir sesi perdagangan Rabu (7/8/2019), harga minyak WTI ditutup di level US$51,09 per barel, level terendah sejak 14 Januari.
Mengutip informasi seorang pejabat pemerintah Saudi, Bloomberg News melaporkan bahwa Saudi telah memutuskan jika kemerosotan pada pasar minyak tidak dapat ditoleransi.
Pemerintah Saudi pun menghubungi produsen-produsen minyak lain untuk membahas cara-cara menghentikan penurunan harga.
Sebagai pengekspor minyak terbesar di dunia, Arab Saudi sebagian besar mengatur langkah pembatasan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan aliansinya termasuk Rusia untuk menopang harga.
Namun langkah pembatasan itu terhambat lonjakan produksi minyak shale AS dan meningkatnya kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi global.
Pada Rabu, Energy Information Administration (EIA) mengungkapkan kenaikan pertama dalam hal persediaan minyak mentah AS sejak awal Juni.
Menurut data EIA, persediaan minyak mentah domestik meningkat sebesar 2,39 juta barel pekan lalu, setelah mencatat penurunan tujuh pekan beruntun sebelumnya.
Pada saat yang sama, stok bensin juga berekspansi yang menunjukkan perkembangan mengkhawatirkan selama musim yang biasanya mengalami puncak permintaan. Harga bensin pun melemah 4 persen ke level US$1,6203 per galon, terendah dalam lebih dari lima bulan.
Minyak juga tersapu dalam krisis global pasar saham dan komoditas setelah penurunan suku bunga di Selandia Baru, India, dan Thailand meningkatkan kekhawatiran resesi dan mendorong investor memburu obligasi AS dan aset-aset aman lainnya.
“Peningkatan mengejutkan dalam pasokan bahan bakar AS, ditambah dengan pelarian dari aset berisiko menyebabkan minyak akan merasakan tekanan di beberapa hari dan pekan mendatang,” ujar Tariq Zahir, seorang pengelola dana komoditas di Tyche Capital Advisors LLC.