Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mempertahankan reboundnya dan menguat pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Senin (15/7/2019), pascarilis data neraca perdagangan Juni 2019.
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG menguat 0,83 persen atau 52,82 poin ke level 6.426,16 pada akhir sesi I dari level penutupan perdagangan sebelumnya. Pada perdagangan Jumat (12/7/2019), IHSG berakhir melemah 0,68 persen atau 43,72 poin di posisi 6.373,34.
Indeks mulai bangkit dari pelemahannya dengan dibuka naik 0,55 persen atau 34,96 poin di posisi 6.408,31 pagi tadi. Sepanjang perdagangan sesi I, IHSG bergerak di level 6.405,45 – 6.432,42.
Padahal, neraca perdagangan Juni mencatatkan surplus di bawah realisasi bulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan mengalami surplus US$196 Juta pada Juni atau lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada Mei yang mencatatkan surplus US$210 juta.
Sebelumnya, sejumlah ekonom memperkirakan neraca perdagangan Juni 2019 akan mengalami surplus tipis yakni tidak lebih dari US$500 juta.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, nilai ekspor per Juni 2019 mencapai US$11,78 miliar atau turun 8,98 persen dibandingkan dengan ekspor Mei 2019. Sementara itu, nilai impor Juni tercatat mencapai US$11,58 miliar.
Menurutnya, penurunan kinerja neraca perdagangan tersebut dipengaruhi oleh penurunan harga beberapa komoditas seperti batu bara, minyak kelapa sawit, seng, besi, dan tembaga.
"Performa ekspor impor Juni juga dipengaruhi oleh cuti bersama selama 9 hari. Cuti panjang ini berpengaruh besar terhadap ekspor dan impor,” ujar Suhariyanto.
Di sisi lain, neraca perdagangan Indonesia sepanjang 6 bulan (Januari-Juni 2019) mencatatkan defisit sebesar US$1,93 miliar. Angka tersebut mengecil dibandingkan dengan nilai defisit periode Januari-Mei 2019 sebesar UUS$2,14 miliar.
Sementara itu, setelah sempat melemah, sejumlah indeks saham utama di Asia mampu beringsut ke zona hijau siang ini pascarilis data ekonomi China.
Di antara yang bergerak positif adalah indeks Shanghai Composite dan CSI 300 China yang masing-masing menguat 0,76 persen dan 0,87 persen. Adapun indeks Hang Seng Hong naik 0,19 persen pukul 12.01 WIB.
Mayoritas mata uang di Asia pun ikut menguat setelah ekonomi China dilaporkan mencatatkan laju pertumbuhan terlambatnya dalam hampir tiga dekade di tengah kebuntuan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). Namun, sejumlah indikator bulanan menunjukkan tanda-tanda adanya stabilisasi.
Laporan Biro Statistik Nasional China (NBS) pada Senin (15/7/2019) mengungkapkan produk domestik bruto (PDB) China naik 6,2 persen pada kuartal II/2019 dari tahun sebelumnya.
Meski lebih rendah dari perolehan pada kuartal I/2019 yakni 6,4 persen, PDB kuartal II sejalan dengan yang diperkirakan oleh para ekonom.
Di sisi lain, raihan sejumlah indikator aktivitas ekonomi tampak kuat bahkan melampaui estimasi. Output pabrik meningkat 6,3 persen dan penjualan ritel menanjak 9,8 persen pada Juni, sedangkan investasi naik 5,8 persen pada paruh pertama tahun ini.
“Data aktivitas bulanan yang menjanjikan menunjukkan bahwa langkah-langkah stimulus dari China telah mampu menopang aktivitas domestik dan mengimbangi sebagian kerugian dari perang dagang yang berkepanjangan dengan Amerika Serikat,” papar para analis, seperti dikutip Reuters.
Bersama IHSG, nilai tukar rupiah lanjut menguat 76 poin atau 0,54 persen ke level Rp13.932 per dolar AS, setelah dibuka terapresiasi 0,11 persen atau 15 poin di level Rp13.993 per dolar AS pagi tadi.