Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membebaskan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. memilih Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk merevisi laporan keuangan tahunan dan laporan tahunan 2018.
Hal itu disampaikan oleh Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi setelah mengumumkan sanksi untuk emiten bersandi saham GIAA tersebut.
Salah satu sanksi tersebut adalah memberikan Perintah Tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. untuk memperbaiki dan menyajikan kembali Laporan Keuangan Tahunan perseroan per 31 Desember 2018.
GIAA juga harus melakukan paparan publik (public expose) atas perbaikan dan penyajian kembali lapkeu tahunan tersebut paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat sanksi atas pelanggaran Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM) jis. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik, Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.
“KAP yang sama tidak masalah, kami hanya meminta untuk diperbaiki dan disajikan kembali paling lambat 14 hari. Biasanya memang melakui KAP yang sama karena KAP itu punya partner yang lain,” kata Fakhri di Gedung Djuanda I, Kemenkeu RI, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Kendati otoritas menemukan pelanggaran dalam laporan keuangan dan laporan tahunan 2018 milik GIAA, Fakhri mengungkapkan bahwa pihaknya belum menemukan adanya unsur kesengajaan terhadap kelalaian tersebut.
Baca Juga
Namun demikian, ke depannya tidak menutup kemungkinan bagi OJK dan pihak terkait untuk mencermati hal-hal lain yang dapat terjadi setelah ini. “Yang kami periksa adalah penyajian laporannya, jadi kami belum sampai kepada adanya unsur kesengajaan atau kerja sama, dan lain-lain. Fokus kami adalah yang disampaikan ini tidak sesuai dengan aturan OJK dan PSAK. Tentu tidak tertutup kemungkinan bahwa ada hal-hal lain setelahnya,” imbuh Fakhri.
Adapun kasus laporan keuangan GIAA ini berawal dari pemantauan dan penelaahan atas laporan keuangan tahunan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. per 31 Desember 2019 dan juga laporan tahunan periode 2018 yang telah disampaikan ke OJK masing-masing pada 1 April 2019 dan 2 April 2019.
Dari hasil pemantauan dan penelaahan di internal OJK, ditemukan ada beberapa fakta. Pertama, perseroan mengakui pendapatan terkait kerjasama Grup Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Technology (Mahata) atas biaya yang wajib dibayarkan oleh Mahata, setelah menandatangani perjanjian konektivitas penerbangan berupa inflight connectivity dan inflight entertainment.
Dengan demikian, dari pengakuan pendapatan tersebut dengan nilai US$239 sekitar Rp3,5 triliun berdampak terhadap laporan laba rugi perseroan mencatatkan kerugian US$213 juta pada 2017 berubah menjadi laba US$5 juta pada 2018.
Kedua, OJK menemukan bahwa laporan tahunan Garuda periode 2018 tidak ditandatangani oleh 2 orang komisaris perusahaan atas nama Chairal Tanjung dan Dony Oskaria. Adapun, tidak ditandatanganinya laporan tahunan ini tidak dimuat di dalam penjelasan laporan tahunan dan tidak juga dijelaskan alasannya.
Kedua hal tersebut disebut Fikhri telah melanggar peraturan dari OJK.