Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak memanas lebih dari 1%, Kamis (20/6/2019), menyusul data stok minyak mentah Amerika Serikat berkurang lebih dari ekspektasi, sedangkan OPEC dan produsen lainnya akhirnya sepakat tanggal pertemuan terkait dengan pembahasan pemangkasan produksi.
Data Bloomberg menunjukkan, hingga pukul 10.44 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate naik 1,28% atau 0,69 poin ke level US$54,55 per barel, sedangkan harga minyak Brent menguat 1,26% atau 0,78 poin ke level US$62,60 per barel.
Mengutip dari Reuters, Administrasi Informasi Energi AS (Energy Information Administration) melaporkan, setelah mendekati level tertinggi 2 tahun stok minyak mentah AS jatuh 3,1 juta barel pekan lalu, dibandingkan dengan ekspektasi para analis pada angka 1,1 juta barel.
Produk-produk olahan minyak juga mencatat penurunan karena kenaikan penyulingan dan ekspor minyak mentah, serta penurunan produksi. Stok bensin jatuh 1,7 juta barel, di luar ekspektasi para analis dalam survei Reuters pada angka 935.000 barel.
Persediaan minyak hasil penyullingan, yang di dalamnya termasuk diesel dan heating oil, turun 551.000 barel, berbeda dengan ekspektasi analis pada angka 712.000 barel .
“Laporan tersebut bullish mengingat penurunan inventaris secara keseluruhan dan permintaan bensin yang sangat kuat,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital Management, New York.
Baca Juga
Dia menambahkan, ekspor minyak mentah juga naik hingga 3,4 juta barel per hari, sementara produksi domestik turun. “Hal tersebut mencerminkan penurunan baru-baru ini dalam jumlah rig [instalasi pengeboran minyak],” katanya.
Laporan EIA juga mencatat, impor minyak mentah AS turun pekan lalu sebesar 444.000 barel per hari karena ekspor sendiri naik 300.000 bph menjadi 3,4 juta bph, mendekati rekor 3,6 juta pada Februari.
Produksi minyak mentah tergelincir 100.000 bph menjadi 12,2 juta bph, di bawah rekor tertinggi mingguan sebesar 2,4 juta bph yang dicapai 2 pekan sebelumnya.
Namun, pada angka 482,4 juta barel, persediaan minyak mentah AS sekitar 7% di atas rata-rata 5 tahun untuk 2019.
Phil Flynn, analis di Price Futures Group Chicago mengatakan, apa yang kami lihat dalam laporan tersebut lebih dari laporan normal untuk tahun ini. “Sekalipun laporan tersebut bullish, setelah kenaikan besar kemarin, pasar ragu untuk mendorong lebih jauh [kenaikan harga],” katanya.
Kabar positif lainnya, OPEC sepakat bertemu pada 1 Juli mendatang, diikuti oleh pertemuan dengan para sekutunya pada 2 Juli. Keputusan itu diambil setelah mereka berdebat mengenai tanggal pertemuan.
OPEC dan sekutunya (OPEC+) dalam pertemuan itu diagendakan membahas nasib kesepakatan pemangkasan produksi 1,2 juta barel yang habis pada bulan ini.
Momentum kesepakatan itu sepertinya sedang dibangun, ketika Menteri Energi Uni Emirat Arab mengatakan kepada surat kabar Al-Bayan bahwa perpanjangan itu logis dan masuk akal.
Stephen Innes, Manajer Mitra di Vanguard Markets di Bangkok, mengatakan, volatilitas harga minyak kemungkinan akan bertahan, tetapi pertemuan OPEC yang akan datang harus meberikan keseimbangan pada pasar minyak. “Selain itu juga harus menawarkan nafas yang sangat dibutuhkan untuk harga," kata Stephen Innes, managing partner di Vanguard Markets di Bangkok.
Dalam perkembangan lain, ekspektasi Federal Reserve AS dapat memangkas suku bunga pada pertemuan berikutnya, serta konfirmasi pertemuan negosiator perdagangan AS dengan China, sebelum pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping minggu depan juga turut menguatkan pasar minyak.
Di Timur Tengah, ketegangan masih berlanjut usai serangan kapal tanker di Teluk Oman, yang mendorong harga minyak menguat.
Dilaporkan, sebuah serangan roket ke sebuah situs di Irak selatan yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan minyak asing, termasuk raksasa energi AS ExxonMobil, menyebabkan tiga orang terluka. Insiden itu diyakini akan semakin meningkatkan ketegangan AS-Iran di wilayah tersebut.