Bisnis.com, JAKARTA—Investasi atas aset kripto telah mendapatkan izin dari Kementerian Perdagangan melalui Permendag No.99/2018 yang menyatakan aset kripto sebagai barang legal yang dapat diperdagangkan sebagai komoditas di Indonesia.
Adanya Permendag tersebut, dimanfaatkan oleh sejumlah orang untuk mulai memperjualbelikan aset kripto, seperti Bitcoin dan Ethereum, dalam berbagai cara seperti lewat investasi maupun arisan.
Menanggapi hal ini, M. Deivito Dunggio, Direktur Eksekutif Asosiasi Blockchain Indonesia meminta masyarakat agar berhati-hati dengan investasi berbasis aset kripto.
Alasannya, kata lelaki yang akrab disapa Ahom, hingga saat ini belum ada satupun badan di Indonesia yang meregulasi dengan mengeluarkan lisensi kepada perusahaan investasi berbasis aset kripto.
“Investasi peer to peer lending kan diawasi oleh OJK jadi kita bisa lihat daftarnya, tetapi investasi dengan aset kripto belum ada badan yang meregulasi,” kata Ahom kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Ahom menambahkan tidak adanya badan resmi yang meregulasi membuat perusahaan investasi aset kripto menjamur di Indonesia, termasuk perusahaan investasi bodong berbasis aset kripto.
Ahom menyarankan agar masyarakat terhindar dari praktik ini, masyarakat harus skeptis dengan janji manis yang ditawarkan diawal perjanjian oleh perusahaan investasi.
Ahom berpendapat janji manis di awal adalah ciri-ciri utama sebuah perusahaan investasi tersebut tergolong dalam perusahaan investasi bodong dengan menggunakan aset kripto.
“Hindari terlalu tergiur dengan janji yang menguntungkan di depan, karena memang ada beberapa perusahaan yang memperdagangan aset kripto namun tidak menjanjikan keuntungan, justru beberapa exchange diwajibkan oleh Bank Indonesia untuk memberi himbauan di depan bahwa perdagangan aset kripto adalah perdagangan yang berisiko. Peringatan segala kerugian ditanggung oleh pribadi masing-masing itu wajib ditaruh di homepage,” kata Ahom.
Dia menambahkan jika ada perusahaan investasi aset kripto yang menjanjikan untung di awal, itu sudah pertanda bahwa perusahaan investasi tersebut bodong.
“Karena tidak ada yang bisa menjanjikan keuntungan dari perdagangan sesuatu yang tidak ada nilainya,” kata Deivito.
Deivito menjelaskan penyebab aset kripto tidak ada nilainya disebabkan hingga saat ini tidak ada yang tahu harga sebuah aset kripto berapa. Misalnya, bitcoin, tidak ada yang tahu harganya berapa karena tidak memiliki nilai material pokok pondasi sehingga harganya tidak konsisten..
Deivito mempermisalkan jika uang fiat ditetapkan senilai Rp100.000 maka ketika ada orang yang ingin menjual senilai Rp150.000 tidak akan laku. Akan tetapi nilai bitcoin tidak ada badan yang menentukan harganya.
“Sehingga kalau dia jual bitcoin Rp100.000 ya sah sah saja kalau ada yang mau beli, asal ada yang mau beli dan jual, tetapi baiknya tidak ada janji manis di depan melainkan peringatan [bahwa ini berisiko tinggi]” kata Deivito.