Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi Perlambatan Ekonomi Global Tahan Harga Minyak

Harga minyak dunia bergerak variatif pada perdagangan Senin (27/5/2019) seiring dengan tekanan pada pasokan minyak AS akibat meningkatnya ketegangan perdagangan AS dan China.
Harga minyak mentah Indonesia turun./JIBI
Harga minyak mentah Indonesia turun./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak dunia bergerak variatif pada perdagangan Senin (27/5/2019) seiring dengan tekanan pada pasokan minyak AS akibat meningkatnya ketegangan perdagangan AS dan China.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (27/5/2019) hingga pukul 15.00 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediet atau WTI di bursa Nymex bergerak melemah 0,65% menjadi US$58,25 per barel. 

Sementara itu, harga minyak jenis Brent di bursa ICE bergerak stabil cenderung menguat di level US$68,7 per barel.

Adapun, kedua kontrak minyak mentah pada pekan lalu mencatatkan penurunan harga mingguan terbesarnya pada tahun ini di tengah kekhawatiran bahwa sengketa perdagangan AS dan China dapat membawa perlambatan ekonomi global lebih cepat. Tercatat, sepanjang pekan lalu harga minyak WTI telah bergerak turun sebesar 6,58%.

Bahkan, sebelum harga terjun ke bawah, mayoritas manajer keuangan telah mengurangi taruhan bullish pada minyak jenis WTI ke level terendahnya dalam dua bulan.

Analis Pasar Senior OANDA Singapura Jeffrey Halley mengatakan bahwa pergerakan minyak mentah di bursa berjangka akan tetap rapuh dan rentan terhadap segala perkembangan yang negatif dari perang dagang AS dan China.

"Beberapa tanda telah menunjukkan adanya pengurangan kepercayaan diri dari investor sehingga membuatnya bertaruh di posisi yang lebih rendah," ujar Jeffrey seperti dikutip dari Reuters, Senin (27/5/2019).

Sementara itu, dia menilai dampak penurunan rig AS kemungkinan hanya akan bersifat sementara dan harga minyak akan tetap di bawah tekanan pada pekan ini.

Berdasarkan data Baker Hughes, perusahaan minyak AS, jumlah rig minyak AS yang beroperasi turun kelima kalinya dalam 6 minggu menjadi 797 dan mencapai level terendahnya sejak Maret 2018.

Jumlah tersebut juga turun 98 unit, dibandingkan dengan 859 unit yang beroperasi pada minggu yang sama tahun lalu. Penurunan jumlah rig yang beroperasi tersebut diakibatkan harga minyak yang lebih lemah sehingga mendorong perusahaan pengebor minyak untuk menghemat.

Di sisi lain, situasi ketegangan di Timur Tengah yang tidak memburuk telah menghilangkan kekhawatiran pasar bahwa pengiriman minyak mentah tidak akan terganggu.

Namun, situasi yang terus memburuk di Venezuela akibat sanksi AS dan risiko output Libya hingga Nigeria tetap membuat pasokan minyak terus mengetat.

Dari sisi permintaan, data penjualan mobil China, pendorong utama pertumbuhan permintaan minyak global, diproyeksi mencapai 28,1 juta unit tahun ini dan tidak berubah dari data 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper