Bisniscom, JAKARTA — PT Trada Alam Minera Tbk. merancang penggalangan dana melalui hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue dan obligasi global untuk memenuhi rencana ekspansi perseroan di bidang infrastruktur dan logistik pertambangan bersama Adaro Group.
Trada Alam Minera berencana menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 5 Juli 2019. Dalam kesempatan itu, akan ada dua agenda penggalangan dana yang dimintakan izin oleh perseroan.
Pertama, emiten berkode saham itu akan meminta persetujuan atas rencana melakukan Penawaran Umum Terbatas (PUT) II sebanyak-banyaknya 100 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp100 per saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
Aksi itu akan disertai dengan penerbitan Waran Seri II sebanyak-banyaknya sebesar 35% dari modal disetor dan ditempatkan perseroan.
Penggalangan dana kedua yang akan dimintakan persetujuan dalam RUPSLB yakni penerbitan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat sebesar-besarnya US$250 juta atau dalam mata uang rupiah dengan jumlah setara. Bunga maksimum untuk emisi itu sebesar 12,5% dengan waktu jatuh tempo lima tahun sejak diterbitkan.
Direktur Utama Trada Alam Minera Soebianto Hidayat mengatakan dana yang dihimpun akan digunakan untuk mendanai rencana pengembangan proyek infrastruktur bersama anak usaha PT Adaro Energy Tbk., PT Alam Tri Abadi. Pihaknya ingin menyiapkan sejumlah rencana alternatif pendanaan pekerjaan tersebut.
Baca Juga
Soebianto belum membeberkan berapa dana yang dibutuhkan untuk proyek tersebut jumlah dana yang ingin dihimpun. Menurutnya, perkirakaan nilai akan muncul setelah feasibility study (FS) rampung.
Saat ini, lanjut dia, tengah proses pembuatan FS bersama beberapa konsultan. Pihaknya berharap tahapan itu dapat rampung pada kuartal III/2019.
“Kami berharap kuartal III/2019 minimal FS sudah dan ketemu berapa belanja modal yang dibutuhkan dan berapa lama proyek tersebut akan selesai,” ujarnya di Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Dia menyebut infrastruktur yang bakal digarap bersama Adaro Group seperti pelabuhan, jalan, serta fasilitas lain yang berhubungan dengan logistik. Namun, saat ini belum dapat dibeberkan nilai proyek tersebut.
Sebagai catatan, Trada Alam Minera mengumumkan telah meneken perjanjian kerja sama logistik dan infrastruktur dengan Alam Tri Abadi pada 2 Mei 2019. Kolaborasi yang disepakati berlaku selama masa umum tambang jumlah volume batu bara yang akan disepakati kemudian oleh para pihak.
PROSPEK BISNIS
Di bidang usaha pelayaran, Soebianto menyebut perseroan akan memfokuskan kegiatan di bidang pengangkutan batu bara atau curah kering (dry bulk).
Adapun, lini bisnis tersebut berkontribusi 8,31% terhadap total pendapatan 2018. Total pendapatan yang dikantongi emiten berkode saham itu tahun lalu senilai Rp3,48 triliun.
Dia menuturkan pendapatan yang dikantongi tahun lalu tumbuh 573,33% dari Rp517,23 miliar pada 2017. Peningkatan tajam itu menurutnya bersumber dari penjualan batu bara yang berkontribusi 68,46% dari total pendapatan.
Emiten berkode saham TRAM itu menjalankan lini bisnis produksi dan penjualan bisnis batu bara melalui PT Gunung Bara Utama (GBU). Perseroan merealisasikan produksi 2,6 juta ton pada 2018.
Sampai dengan Maret 2019, produksi TRAM berkisar antara 350.000 ton—450.000 ton per bulan. Total produksi tahun ini diproyeksikan menembus 5 juta ton.
“Perusahaan akan meningkatkan kinerja anak-anak usaha batu bara. Hal ini dinilai dapat menunjang stabilitas usaha perseroan untuk tahun-tahun berikutnya,” tuturnya.
Di sisi lain, entitas anak yang bergerak di bidang jasa pertambangan, PT SMR Utama Tbk. merealisasikan volume overburden removal atau pengupasan lapisan penutup batu bara 6,6 juta bank cubic meter (bcm) sampai dengan Maret 2019.
Corporate Secretary SMR Utama Ricky Kosasih menjelaskan bahwa saat ini perseroan bekerja di PT Berau Coal dan Gunung Bara Utama. Sampai dengan Maret 2019, realisasi volume overburden removal mencapai 6,6 juta bank cubic meter (bcm).
“Target volume OB di 2019 kurang lebih 30 juta bcm,” ujarnya kepada Bisnis.com, awal pekan ini.
Ricky menyebut kontribusi pendapatan perseroan 100% masih berasal dari cucu usaha PT Ricobana Abadi (RBA). Dengan demikian, emiten berkode saham SMRU itu masih fokus di bisnis kontraktor pertambangan.
Seperti diketahui, RBA menyediakan jasa penambangan batu bara open pit dan jasa operasional penambangan untuk produsen komoditas itu di Indonesia. Layanan utama RBA yakni pengupasan tanah, penyewaan alat berat, dan pengangkutan batu bara.
Dalam laporan tahunan 2018 SMRU, disebutkan bahwa pendapatan bersih. RBA berasal dari pengupasan tanah dan jasa pengangkutan batu bara.
RBA merupakan anak usaha PT Ricobana dengan kepemilikan saham 99,99%. Sementara itu, SMRU mengempit kepemilikan saham 99,99% di Ricobana.
Ricky menambahkan perseroan ditunjuk sebagai salah satu kontraktor di situs Sambarata milik Berau Coal. Saat ini, kontrak tersebut masih dalam proses drafting dan diharapkan dapat diteken pada Juni 2019.
“Nilai kontrak baru tersebut kurang lebih di 100 juta bank cubic meter untuk periode 4 tahun — 5 tahun,” imbuhnya.