Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tidak Hanya Minyak, Kini AS Berikan Sanksi terhadap Logam Iran

Belum cukup puas dengan sanksinya terhadap sektor minyak Iran, kini Presiden AS Donald Trump memberikan sanksi terhadap sektor industri logam Negeri Mullah tersebut dengan tujuan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir atau rudal balistik antarbenua.
Presiden Iran Hassan Rouhani (kanan) dan Presiden AS Donald Trump/Reuters
Presiden Iran Hassan Rouhani (kanan) dan Presiden AS Donald Trump/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Belum cukup puas dengan sanksinya terhadap sektor minyak Iran, kini Presiden AS Donald Trump memberikan sanksi terhadap sektor industri logam Negeri Mullah tersebut dengan tujuan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir atau rudal balistik antarbenua.

Donald Trump menargetkan untuk melukai ekonomi dalam negeri Iran dengan memberikan tekanan pada sumber pendapatan ekspor Iran terbesar di luar sektor minyak, yaitu ekspor logam industri termasuk besi, baja, aluminium, dan tembaga. Adapun, Iran termasuk 18 negara eksportir baja terbesar di dunia.

"Tindakan ini menargetkan pendapatan Iran dari ekspor logam industri yang merupakan 10% dari keseluruhan ekspornya dan jika terdapat negara lain yang mengizinkan baja Iran dan logam lainnya masuk ke pelabuhan anda, maka tidak akan lagi ditoleransi," ujar Trump seperti dilansir dari Reuters, Kamis (9/5/2019).

Sebelumnya, ketegangan antara AS dan Iran telah meningkat pada pekan lalu seiring dengan AS yang mengirimkan pasukan militernya ke Iran setelah mendengar ancaman dari Presiden Iran Hasan Rouhani.

Hasan Rouhani mengatakan bahwa pihaknya akan melanjutkan pengayaan uranium atau program nuklirnya jika pihak penandatangan kesepakatan nuklir pada 2015, Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), tidak membelanya dari sanksi pembatasan ekonomi oleh AS untuk Iran, termasuk di sektor perbankan dan perminyakan.

Adapun, negara yang menandatangani kesepakatan JCPOA tersebut antara lain Inggris, Prancis, Jerman, China, dan Rusia. 

Rouhani memberikan waktu hingga 60 hari bagi kelima negara tersebut untuk berjanji melindungi Iran dari sanksi-sanksi AS tersebut sebelum akhirnya Iran akan melanjutkan untuk mengembangkan senjata nuklir.

Sebagai informasi, sejak AS mengakhiri partisipasinya dalam perjanjian JCPOA yang disusun oleh pemerintahan Barack Obama, Presiden AS Donald Trump telah memberlakukan kembali serangkaian sanksi terhadap ekonomi Iran.

Sanksi tersebut bertujuan mencegah perusahaan asing dan negara lain untuk berusaha mempertahankan bisnis dengan Iran.

Pun, salah satu pejabat senior Gedung Putih mengatakan, AS akan memberlakukan lebih banyak pembatasan atau sanksi ekonomi bagi Iran dalam waktu dekat dan telah memperingatkan Eropa untuk berhenti melakukan bisnis dengan salah satu negara republik Islam tersebut.

Asisten Khusus Presiden AS dan Direktur Senior untuk Senjata Pemusnah Massal Tim Morrison mengatakan bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat bagi negara lain untuk mengutuk keras kebijakan nuklir Iran dan meningkatkan tekanan pada Iran agar dapat mematuhi tuntutan AS.

"Jika Anda adalah bank, investor, perusahaan asuransi atau bisnis lain di Eropa, anda harus tahu bahwa terlibat dalam kendaraan Iran ini merupakan keputusan bisnis yang sangat buruk," papar Tim.

Sementara itu, dalam sanksi terbaru, logam merupakan sumber pendapatan ekspor terbesar ketiga Iran.

Menurut Analis Bloomberg Intelligence Andrew Cosgrove, Iran telah mengekspor sekitar 138.000 ton tembaga pada 2018, sedangkan menurut Administrasi Perdagangan Internasional, Iran telah mengekspor 9,24 juta ton baja pada 2018. Kemudian, menurut Harbor Intelligence, Iran mengekspor sekitar 200.000 ton aluminium pada 2018 .

Untuk semakin menekan Iran, AS kemungkinan bakal menargetkan memberikan sanksibpada sumber pendapatan ekspor terbesar kedua Iran, yaitu sektor petrokimia.

Walaupun demikian, Trump mengatakan akan bersedia untuk mencabut sanksi tersebut jika Iran mau mengubah arah kebijakannya terkait nuklir. "Iran dapat mengharapkan tindakan yang lebih lanjut dari AS kecuali Iran secara fundamental mengubah perilakunya," ujar Trump.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper