Bisnis.com, JAKARTA - Harga kopi global masih belum keluar dari tekanan, seiring dengan tingginya produksi yang melampaui konsumsi.
Berdasarkan laporan Organisasi Kopi Internasional (International Coffee Organization/ICO), pada April 2019, indikator komposit ICO turun 3,2 persen menjadi US$94,42 per pon. Jumlah itu mencerminkan rata-rata bulanan terendah sejak Juli 2006, ketika harga kopi mencapai US$88,57 per pon.
Pada bulan yang sama, indikator komposit harian bergerak dalam kisaran US$91,79 per pon dan US$97,25 per pon. Hal itu merupakan harga harian terendah sejak 1 Agustus 2006. Kala itu harga kopi menyentuh level US$88,77 per pon.
"Fundamental pasar adalah salah satu pendorong utama dari rendahnya harga kopi saat ini, karena produksi kopi 2018/19 melebihi konsumsi sebesar 3,69 juta kantong [satu kantong setara 60 kilogram]. Hal ini adalah musim surplus kedua berturut-turut dengan total kumulatif 8,35 juta kantong," kata laporan tersebut, dikutip Minggu (5/5/2019).
Harga rendah juga membuat penjualan kopi pada Maret 2019 lesu. Tercatat ekspor kopi dunia mencapai 10,98 juta kantong. Jumlah tersebut menyiratkan 3,8 persen lebih rendah dibandingkan dengan ekspor Maret 2018, sebesar 11,42 juta kantong.
Sementara, pengiriman pada paruh pertama periode 2018/19 meningkat sebesar 4,1 persen menjadi 63,15 juta kantong dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kondisi tersebut mencerminkan persediaan kopi yang cukup di pasar internasional. Dengan melimpahnya stok tersebut, maka harga kopi menjadi tertekan.
Alhasil pelemahan pada April tahun ini juga melanjutkan tren pada Maret. Menurut data ICO, saat itu harga rata-rata kopi berdasarkan indikator komposit ICO terjungkal sebanyak 3,1 persen menjadi US$97,50 sen per pon. Level terendah sejak Oktober 2006 yang mencapai US$95,53 sen per pon.
Meskipun demikian, berdasarkan data Bloomberg, Minggu (5/5), harga kopi kontrak Juli di Intercontinental Exchange (ICE) menguat tipis 0,27 persen atau 0,25 poin ke level US$91,35 per pon, hingga pukul 06:55 waktu setempat.
Produksi global yang besar, melampaui jumlah konsumsi dituding berada di balik melempemnya harga kopi. Produksi kopi global diperkirakan mencapai 168,05 juta kantong pada periode 2018/2019. Artinya meningkat 2,51 juta kantong dari 165,54 juta kantong pada 2017/2018.
Namun, konsumsi kopi dunia diproyeksikan hanya menyentuh 164,99 juta kantong. Dengan begitu terdapat surplus sebanyak 3,06 juta kantong. Hal ini mengikuti surplus sebelumnya pada periode 2017/2018, sebanyak 4,16 juta kantong.
Penurunan harga komoditas ini cukup dirasakan oleh para petani di negara produsen. Seperti para petani kopi di Brasil, produsen dan eksportir terbesar di dunia. Mereka menolak menjual biji kopi karena harga yang rendah.
Nelson Salvaterra, pialang di Coffee New Selection mengatakan, setelah mengumpulkan rekor panen tahun lalu, petani kini menghadapi prospek panen yang luar biasa pada musim ini. Hal itu menyebabkan harga kopi berada pada penurunan lebih lanjut. “Namun, para petani menyimpan biji-biji kopi mereka, berharap harga dapat pulih kembali,” katanya dikutip dari Bloomberg.
Dalam jangka pendek, sambung Salvaterra, strategi tersebut lebih banyak mudaratnya dibandingkan sisi positifnya. Hal tersebut dapat mendukung harga kopi domestik menguat, sekaligus membuat komoditas kopi nasional lebih mahal daripada pasokan pesaing.
“Sisi lainnya memperlambat laju ekspor kopi Brasil,” kata Salvaterra.