Bisnis.com, JAKARTA—Pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) mulai lesu menjelang bulan Ramadan.
Analis menilai, hal ini lebih disebabkan oleh persepsi yang sudah terbentuk di pasar selama bertahun-tahun bahwa menjelang masuknya bulan puasa, indeks cenderung memerah.
Pekan lalu, IHSG ditutup menguat 0,44% ke level 6.401 setelah sebelumnya ditutup melemah selama dua hari berturut-turut. Dengan demikian, sepekan IHSG menyusut 1,63%.
Adapun pekan sebelumnya, indeks sepekan sempat menguat 1,59% ke level 6.507.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menjelaskan, semestinya tidak ada hubungan antara masuknya bulan puasa terhadap kondisi pasar saham
“Hanya saja, pergerakan pasar itu kembali lagi ke masalah persepsi. Dari persepsi itu lah yang membuat bursa saham kita [melemah] seperti ini,” katanya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.
Dirinya menjelaskan, para investor memiliki anggapan bahwa nantinya pada bulan puasa menjelang lebaran akan ada peningkatan konsumsi. Selain itu, ada pula persepsi pada bulan puasa nanti aktivitas bisnis akan berkurang yang menyebabkan sisi operasional emiten menurun.
Adapun penurunan operasional dikhawatirkan bakal mengurangi pendapatan dan laba dari emiten.
“Nah, kalau mereka [investor] punya persepsi seperti itu, mereka pun menjual. Itu yang akhirnya membuat bursa saham kita turun dan persepsi itu kan sudah berlangsung setiap tahun sehingga timbul penilaian menjelang bulan puasa konsisi bursa saham turun,” tutur Reza.
Padahal, lanjut Reza, apabila investor maupun trader tetap melakukan aktivitas seperti biasa, artinya gak terlalu terpengaruh dengan momentum bulan puasa, tentu tidak akan membuat bursa saham melesu.
Sementara itu, tetap perlu diperhatikan adalah faktor penggerak pasar dari sisi eksternal. Belakangan ini, fokus para investor masih mengarah kepada sentimen perang dagang antara AS dan China serta potensi Bank Sentral AS (Federal Reserve) untuk mengutak-atik tingkat suku bunca acuan Fed Funds Rate.
Selanjutnya, kata Reza, berdasarkan data historis nantinya indeks akan pulih pada September karena terdorong dari sentimen rilis laporan keuangan emiten.
Namun demikian, apabila sentimen eksternal membawa berita positif seperti naiknya harga minyak mentah dan membaiknya hubungan antara AS dan China diharapkan dapat memberikan topangan bagi kenaikan indeks.
Reza pun merekomendasikan sektor konsumen, ritel, dan media untuk dapat dicermati menjelang dan saat bulan puasa nanti.
Menurut Reza, emiten sektor konsumen dan peritel akan mendapat berkah dari naiknya tingkat konsumsi masyarakat pada bulan puasa dan menjelang lebaran karena konsumen mendapat tambahan pendapatan dari THR.
“Apalagi emiten konsumer seperti ICBP, UNVR, dan INDF, bulan puasa ini tidak mungkin mereka mengurangi jam kerjanya, pasti mereka akan tambah jam dan produksi,” imbuh Reza.
Selanjutnya, untuk meningkatkan permitaan terhadap barang yang diproduksi, para emiten konsumer dan ritel diperkirakan akan menambahk belanja iklan melalui media.
Dengan demikian, emiten media pun diharapkan mendapatkan efek domino dari potensi meningkatnya belanja masyarakat.