Bisnis.com, JAKARTA – Harga Bitcoin turun bersama dengan merosotnya nilai pasar mata uang kripto (cryptocurrency) di tengah keraguan soal stabilitas Tether, koin virtual yang memainkan peran sentral dalam perdagangan pertukaran kripto di seluruh dunia.
Harga Bitcoin turun 6,4 persen menjadi US$5.145,33 hari ini, Jumat (26/54/2019) pukul 9.55 pagi di Hong Kong, sedangkan nilai pasar cryptocurrency yang dilacak oleh CoinMarketCap.com ambles sekitar US$10 miliar.
Sementara itu, Tether, turun 1,9 persen menjadi US$0,99 di tengah investigasi oleh pihak jakasa agung New York. Mata uang yang disebut-sebut sebagai stablecoin ini biasanya diperdagangkan dalam kisaran ketat sekitar US$1.
Menurut Jaksa Agung New York Letitia James, perusahaan-perusahaan di belakang Tether dan Bitfinex, salah satu bursa penukaran kripto terbesar di dunia, terlibat dalam upaya menutup-nutupi untuk menyembunyikan “kerugian nyata” senilai US$850 juta dari para klien dan dana korporasi.
“Eksekutif [perusahaan-perusahaan] diduga membuat serangkaian transaksi korporasi yang saling bertentangan dimana Bitfinex memberikan dirinya akses cadangan tunai Tether senilai hingga US$900 juta,” terang James dalam sebuah pernyataan.
“Sementara itu, Tether berulang kali mengklaim kepada investor bahwa mereka sepenuhnya didukung satu banding satu [terhadap dolar AS],” lanjutnya, seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga
Meski banyak yang lama meragukan apakah Tether sepenuhnya didukung oleh cadangan, sebagian besar pasar mengabaikan kekhawatiran itu dan memperlakukan koin ini seolah-olah bernilai US$1.
Stabilitas Tether telah membantunya menjadi bagian utama dari ekosistem cryptocurrency global. Para pedagang menggunakannya untuk sekitar 28 persen dari seluruh transaksi mata uang virtual yang dilacak oleh CoinMarketCap.com selama 24 jam terakhir, terbanyak kedua setelah Bitcoin.
Hilangnya kepercayaan pada stablecoin tersebut akan menjadi pukulan besar bagi para pedagang yang mengandalkannya untuk likuiditas di banyak bursa pertukaran kripto yang minim aturan di seluruh dunia.
Hal ini juga akan merusak upaya pasar untuk menarik investasi institusional. Meski sejumlah pengelola dana ternama dan bank-bank di Wall Street telah masuk ke dunia kripto, banyak pula yang menjauhinya karena terdampak kekhawatiran tentang regulasi yang lemah, manipulasi pasar, dan tindak penipuan.
Adopsi mainstream yang lebih lambat dari perkiraan pun berkontribusi pada anjloknya harga Bitcoin sebesar 74 persen pada 2018, walaupun harganya kemudian mulai pulih pada 2019.
Menurut Stephen Innes, kepala perdagangan di SPI Asset Management, investigasi yang tengah dilancarkan di New York dapat menghentikan reli cryptocurrency baru-baru ini.
“Tuduhan terbaru itu tidak hanya mempertanyakan kredibilitas Tether, tetapi juga membayangi seluruh industri,” ujar Innes.
“Meski pasar [cryptocurrency] masih mendapat support di atas level kunci psikologis US$5.000, mengingat gelombang pesimisme menghantam pasar pagi ini, saya tidak akan terkejut jika level tersebut kemudian roboh,” tambahnya.