Bisnis.com, JAKARTA — Emiten farmasi dan jamu tradisional, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. mencatat kenaikan biaya iklan dan promosi sebesar 44,77% menjadi Rp47,57 miliar pada kuartal I/2019, seiring dengan fokus perseroan meningkatkan penjualan ekspor.
Sekretaris Perusahaan Sido Muncul Tiur Simamora mengatakan, perseroan giat melakukan promosi untuk pasar ekspor dan menjelang Ramadan sepanjang 3 bulan pertama tahun ini. Hal itu membuat biaya iklan promosi juga meningkat dari Rp32,86 miliar pada kuartal I/2018 menjadi Rp47,57 miliar pada kuartal I/2019.
Emiten dengan kode saham SIDO ini memang fokus meningkatkan kontribusi penjualan ekspor. Pada kuartal I/2019, kontribusi penjualan ekspor meningkat menjadi 6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kontribusi penjualan ekspor terutama berasal dari penjualan Tolak Angin di Filipina dan Kuku Bima Energy (KBE) di Nigeria. Entitas anak perseroan, Muncul Nigeria Limited, melakukan pengiriman produk KBE ke Nigeria lebih cepat dari jadwal semua pada semester II/2019 menjadi Maret 2019.
Di Filipina, perseroan memperluas jaringan distribusi dan memperbanyak titik penjualan untuk pemerataan distribusi produk. Di samping itu, perseroan melakukan promosi sampling, kegiatan, serta iklan TV dan media sosial.
"[Kenaikan biaya iklan dan promosi untuk] kegiatan promosi ekspor dan menjelang Ramadan," katanya pada Kamis (25/4/2019).
Baca Juga
Pada kuartal I/2019, perseroan mencetak penjualan sebesar Rp713,68 miliar, naik 14,95% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp620,85 miliar. Penjualan berasal dari segmen jamu herbal dan suplemen sebesar Rp488,04 miliar, diikuti makanan dan minuman sebesar Rp193,58 miliar, dan farmasi sebesar Rp32,06 miliar.
Penjualan yang bertumbuh dalam 3 bulan pertama tahun ini, didorong oleh kinerja positif jamu herbal baik di pasar domestik maupun ekspor. Begitu pula, kenaikan laba hingga 23,53% disebabkan bauran penjualan, yang ditopang oleh kenaikan kontribusi dari penjualan jamu herbal.
Pada 2019, perseroan mengincar penjualan dan laba bersih masing-masing dapat bertumbuh 10% dibandingkan dengan 2018. Adapun, target belanja modal sebesar Rp150 miliar digunakan sebagai belanja modal untuk perawatan dan pemeliharaan mesin.