Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ingin Mulai Investasi Tahun Ini, Pilih Reksa Dana Saham atau Pendapatan Tetap?

Kinerja indeks reksa dana pendapatan tetap menjadi satu-satunya yang outperform dari kinerja indeks acuannya sepanjang tahun berjalan (ytd) per 8 Maret 2019 ditopang oleh kinerja obligasi selaku aset dasarnya.
Pengunjung beraktivitas di dekat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Rabu (13/2/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Pengunjung beraktivitas di dekat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Rabu (13/2/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja indeks reksa dana pendapatan tetap menjadi satu-satunya yang outperform dari kinerja indeks acuannya sepanjang tahun berjalan (ytd) per 8 Maret 2019 ditopang oleh kinerja obligasi selaku aset dasarnya.

Berdasarkan data Infovesta Utama, indeks reksa dana pendapatan tetap yang tercermin lewat Infovesta Fixed Income Fund Index tercatat padalevel 1,78% dibandingkan dengan indeks acuannya sebesar 1,52%.

Selanjutnya, indeks reksa dana campuran yang tercermin dalam  Infovesta Balanced Fund Index mencatatkan kinerja paling tinggi secara ytd pada level 2,04%, kendati lebih rendah dari indeks acuannya sebesar 2,50%.

Indeks reksa dana pasar uang yang tercermin dalam Infovesta Money Market Fund Index menyusul dengan kinerja 0,99%, juga lebih rendah dari indeks acuannya sebesar 1,05%.

Terbawah, indeks reksa dana saham yang diwakili oleh Infovesta Equity Fund Index hanya mampu bergerak ke level 0,13%, jauh di bawah indeks acuannya yaitu IHSG yang berkinerja 3,04%.

Head of Investment PT Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan, reksa dana pendapatan tetap yang aset dasarnya banyak berasal dari obligasi mendapat sentimen positif dari sisi suku bunga. 

Adapun, saat ini tendensi Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga telah berkurang mengingat bank sentral di negara-negara maju mulai memperlambat laju pengetatan moneter.

“Sekarang ini investor melihat kemungkinannya kecil untuk kenaikan suku bunga, atau hampir tidak ada. Dan bahkan sebenarnya kalau menilik kepada kondisi dalam negeri, suku bunga seharusnya bisa turun,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (12/3/2019).

Dengan demikian, lanjut Wawan, hal itu pun berimbas positif terhadap obligasi yang menjadi banyak diburu oleh investor. Apalagi, saat ini yield obligasi pun relatif cukup tinggi dibandingkan tahun lalu.

Berdasarkan data Bloomberg, imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun mencatatkan yield sebesar 7,84% pada Selasa (12/3/2019). “Sekarang yang SUN aja sekitar 7%—8%. Kalau korporat bahkan lebih tinggi lagi,” imbuhnya.

Direktur Utama PT BNI Asset Management Reita Farianti menambahkan, kinerja obligasi yang menjadi aset dasar reksa dana pendapatan tetap juga mendapat berkah dari kondisi pasar yang lebih kondusif pada awal tahun ini.

“Untuk pasar obligasi, kondisi lebih kondusif di mana inflasi Februari tercatat lebih rendah dari perkiraan sebesar 2,57% yoy dan kondisi rupiah stabil di Rp13.900—Rp14.100 per dolar AS,” katanya ketika dihubungi Bisnis.com.

Selain itu, Reita menambahkan, aliran modal masuk asing (capital inflow) yang signifikan di sepanjang tahun berjalan dan nada dovish dari sejumlah bank sentral utama dunia turut mendorong penguatan di efek-efek pendapatan tetap.

Begitu pula, Direktur Pinnacle Investment Indra Muharam menjelaskan bahwa reksa dana pendapatan tetap mendapat sentimen dari positinya pasar obligasi pada awal tahun, yang juga didukung oleh besarnya capital inflow ke pasar obligasi Indonesia.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan RI, posisi kepemilikan SBN rupiah yang dapat diperdagangkan dari sisi investor asing tercatat senilai Rp944,56 triliun per 5 Maret 2019, atau naik 5,74% dari posisi pada akhir tahun lalu sebesar Rp893,25 triliun. Dengan demikian, terjadi capital inflow di pasar SBN senilai Rp 51,31triliun.

“Pasar obligasi memang lumayan positif di awal tahun. Karena dapat dilihat, yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun juga turun dari 8,3% ke sekitar 7,9% sekarang ini,” ujarnya.

Ingin Mulai Investasi Tahun Ini, Pilih Reksa Dana Saham atau Pendapatan Tetap?
PENDAPATAN TETAP Vs SAHAM

Hingga akhir tahun ini, Wawan Hendrayana menilai reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana saham masih sama-sama memiliki potensi memberikan imbal hasil yang tinggi. Pasalnya, kata Wawan, pergerakan IHSG diperkirakan masih bisa tumbuh sekitar 5% lagi di sepanjang tahun ke kisaran 6.800—6.900. 

Sementara itu, untuk reksa dana pendapatan tetap, dengan asumsi tidak ada kenaikan suku bunga, return-nya bisa mencapai 8%.

“Untuk pendapatan tetap, asumsinya dengan kenaikan suku bunga 2 kali, itu [return] sekitar 7%. Tapi kalau tidak ada kenaikan suku bunga, menurut saya 8%, pasti bisa,” ujarnya.

Dengan demikian, pilihan produk reksa dana yang disarankan Wawan untuk tahun ini tetap disesuaikan dengan profil risiko dari masing-masing investor.

Dirinya memaparkan, reksa dana pendapatan disarankan untuk investor yang menggunakan dananya dalam jangka pendek (1—2 tahun). Lebih dari itu, bisa mencoba reksa dana saham. “Kalau investor itu dananya untuk jangka pendek, tidak disarankan di saham dan lebih baik ke pendapatan tetap. Tapi kalau memang bisa tahan sampai di atas 3 tahun, tidak ada salahnya di saham,” kata Wawan.

Senada, Indra Muharam menilai, reksa dana saham tetap dapat dicermati oleh investor yang agresif. Adapun, Pinnacle menargetkan pergerakan IHSG dapat melaju ke kisaran 6.600—6.700 hingga April—Mei. “Karena di Pinnacle lebih banyak yang berbasis equity, kami lebih fokus di saham,” ujarnya.

Sementara itu, Reita Farianti memberikan penilaian positif terhadap kelas aset saham maupun pendapatan tetap untuk paruh pertama tahun ini.

“Namun, memasuki paruh kedua, kami menilai efek berbasis saham akan berpotensi lebih volatile, seiring potensi konsolidasi parlemen serta tertundanya pembuatan kebijakan-kebijakan baru pasca pemilu,” jelasnya.

Di sisi lain, Maybank Asset Management menilai rendahnya inflasi dan minimnya katalis untuk aset berisiko membuat obligasi lebih menarik dibandingkan saham untuk dijadikan underlying asset produk reksa dana pada tahun ini.

Chief Executive Officer Maybank Asset Management Denny R. Thaher memaparkan, dari Desember 2018 hingga sekarang, indeks saham lebih banyak didorong oleh performa saham small caps yang rentan terhadap aksi ambil untung (profit-taking).

Namun demikian, Maybank AM masih melihat peluang untuk saham big caps yang sudah underperform terlalu lama sejak tahun lalu dan dapat diuntungkan dari perbaikan harga SUN.

“Dalam hal underlying asset, rendahnya inflasi dan minim nya katalis untuk aset berisiko membuat obligasi lebih menarik dari pada saham,” katanya kepada Bisnis.com melalui surat elektronik, Senin (11/3/2019).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper