Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak menguat pada perdagangan Senin (11/3/2019), dipicu oleh dua sentimen.
Pertama, pernyataan Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mengenai kebijakan pemangkasan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleoum Exporting Countries/OPEC). Kedua, laporan tentang turunnya aktivitas pengeboran minyak Amerika Serikat.
Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 12.56 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate menguat 0,46% atau 0,26 poin menjadi US$56,33 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis Brent naik 0,35% atau 0,23 poin pada level US$65,97 per barel.
Kenaikan harga minyak global selama ini masih didukung oleh pemangkasan pasokan oleh OPEC dan para sekutunya termasuk Rusia – yang dikenal dengan aliansi OPEC+- sebesar 1,2 juta barel per hari sejak awal tahun. Pemotongan produksi itu dilakukan untuk memperketat pasar dan harga minyak dunia.
Kelompok itu selanjutnya akan bertemu pada 17-18 April mendatang di Wina, Austria. Sementaara itu, pertemuan lainnya yang membahas kebijakan pasokan dijadwalkan pada 25-26 Juni mendatang.
Kepada Reuters, Minggu (10/3/2019), Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih mengatakan bahwa terlalu dini untuk mengubah kebijakan produksi OPEC + pada pertemuan April nanti.
Baca Juga
"Kami akan melihat apa yang terjadi pada bulan April, jika ada gangguan yang tidak terduga di tempat lain, tetapi jika tidak, saya pikir kami hanya akan menendang kaleng maju," katanya..
Artinya, OPEC dan sekutunya masih memegang teguh pendiriannya itu. Pernyataan Falih itu telah menjadi sentimen positif bagi harga minyak.
Selain pernyataan Falih, sentimen positif juga datang dari laporan mingguan terakhir perusahaan jasa energi Baker Hughes dari AS. Laporan itu menunjukkan jumlah rig pengeboran produksi minyak baru di Amerika Serikat turun sembilan menjadi 834.
Aktivitas pengeboran yang tinggi tahun lalu menghasilkan peningkatan produksi lebih dari 2 juta barel per hari, menjadi 12,1 juta barel per hari pada Februari ini. Hal itu menjadikan Amerika Serikat penghasil minyak mentah terbesar di dunia di atas Rusia dan Arab Saudi.
Perlambatan dalam pengeboran itu menunjukkan pertumbuhan produksi yang lebih khawatir ke depan. Namun, karena tingkat pengeboran secara keseluruhan masih relatif tinggi meskipun ada penurunan baru-baru ini, banyak analis masih memperkiarakan produksi minyak AS akan segera naik di atas 13 juta barel per hari.
"Hal ini adalah penurunan minggu ketiga berturut-turut ... setelah sejumlah produsen minyak memangkas pengeluaran mereka untuk 2019," kata bank ANZ, Senin.
Kendati sentimen positif, pasar cukup menahan diri setelah data ketenagakerjaan AS meningkatkan kekhawatiran bahwa perlambatan ekonomi di Asia dan Eropa berimbas ke Amerika Serikat. Sejauh ini, pertumbuhan di AS masih sehat.
“Revisi yang menurun dalam proyeksi pertumbuhan global oleh OECD [Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi/Organisation for Economic Co-operation and Development] dan ECB [European Central Bank] telah menyumbat bullish,” kata Benjamin Lu, broker di Philip Futures seperti dikutip dari Reuters, Senin (11/3/2019).